Selasa, 23 September 2008

TEORI PEMBELAJARAN PAK

BAB I
HAKEKAT BELAJAR

A. PANDANGAN PSIKOLOGI BEHAVIORISTIK
Menurut Skinner di dalam S. Nasution, (1968:182-183), masalah motivasi bukan soal memberikan motivasi, akan tetapi mengatur kondisi belajar sehingga memberikan reinforment.
Motivasi yang dianggap lebih tinggi tarafnya dari pada penguasaan tugas ialah “achievement motivation yakni motivasi untuk mencapai suatu penghasilan sesuatu. Motivasi ini lebih mantap dan memberikan dorongan kepada sejumlah kegiatan besar, termasuk yang berkaitan dengan pelajaran di sekolah. McClelland di dalam S. Nasution (1968:186), menyelidiki berbagai hal yang dapat mempertinggi motivasi misalnya merumuskan tujuan dengan jelas, mengetahui kemajuan yang dicapai, merasa turut bertanggung jawab, dan lingkungan social yang menyongkong.
Penelitian lain, (withte di dalam Nasution 1968:59), mengemukakan konsep kompetensi. Motivasi kompetensi mempunya dasar biologis, juga terdapat pada binatang, antara lain motivasi menyelidiki aktivitas manipulasi. Ada pula peneliti yang mencari motivasi positif yang dinyatakan dengan istilah mastery egoinvolvement (keterlibatan diri) dll. Whithe berpendapat bahwa kegiatan anak tak dapat dijelaskan dengan dorongan untuk memuaskan kebutuhan makan minum dan sebgainya, akan tetapi karena kegiatan untuk berinteraksi secara efektif dan lingkunganya yang memberikan rasa mampu. Setiap orang ingin menguasai lingkungannya.
Walaupun teori motivasi berbeda-beda namun dalam praktek pendidikan penerapannya bersama. Pelajar harus diberikan ganjaran (reward) berupa pujian angka yang baik, rasa keberhasilan atas hasil belajarnya, sehingga ia lebih tertarik oleh pelajaran. Keberhasilan dalam interaksi dengan lingkungan belajar, penguasaan tujuan program pendidikan memberikan rasa kepuasan karena itu merupakan sumber motivasi yang terus-menerus bagi palajar, sehingga ia sanggup belajar sendiri sepanjang hidupnya, yang dapat dianggap sebagai salah satu hasil pendidikan yang paling penting.
Perkembangan kematangan dapat atau tidaknya seorang anak belajar sesuatu juga ditentukan oleh taraf kematangan dan kesiapannya. Ada hal-hal yang tidak dapat dilakukan anak pada usia empat tahun dan yang dapat dilakukan oleh anak usia delapan tahun, karena badannya belum cukup tinggi atau kuat atau perkembangan syaratnya belum memungkinkan dia misalnya becakap dan berjalan seperti halnya pada bayi.
Piaget (1969:30-31), membedakan beberapa aspek kognitif yang disebut fase senso motor, pra-operasional konkrit, dan operasional formal. Pada suatu saat anak dapat berpikir logis bila dihadapkan dengan peristiwa yang kongkrit, akan tetapi ia tidak mampu memperlihatkn pikiran logis bila menghadapi masalah yang mengandung unsure-unsur symbolis.
Dapat juga dikatakan, perbedaan dalam perkembangan persiapan anak disebabkan oleh perbedaan dalam ketrampilan intelektual yang telah dipelajari sebelumnya. Dengan demikian perlulah dipenuhi prasyarat untuk melakukan tugas atau memecahkan masalah tertentu. Pada prinsipnya seorang anak kelas empat sedang dapat diajarkan berpikir abstrak asal ia menguasai prasyarat-prasyarat untuk itu. Anggapan sekarang bahwa anak-anak dapat mempelajari hal-hal yang dulunya diundurkan sampai usia yang telah tinggi.
Disain pengajaran agar belajar berhasil baik, maka harus dipenuhi kondisi intern dan kondisi ekstern. Kondisi intern terdiri atas penguasaan konsep-konsep dan aturan-aturan yang merupakan prasyarat untuk memenuhi bahan pelajaran yang baru atau memecahkan suatu masalah. Kondisi ekstern mengenai hal-hal dalam situasi belajar yang dapat dikontrol oleh pengajar. Kondisi ekstern ini terutama terdiri atas komunikasi verbal.
Skiner, dikenal sebagai pengembang terprogram dan mesin pengajar (teaching machine). Program tersebut dikembangkan berdasarkan pada konsep-konsep yang dirumuskan melalui penelitian terhadap binatang. Secara garis besar Skinner berpandangan bahwa perilaku adalah gerakan dari suatu organisme yang dikerangkanya diatur oleh dirinya atau kekuatan-kekuatan dari luar. Belajar menurut Skinner merupakan perubahan respon dari orang yang belajar, dan perubahan itu disebabkan oleh proses pengkondisian.
Ia menyimpulkan dari analisis hasil-hasil eksperimen tentang perilaku, terbanyak merupakan hasil proses penguatan (reinforcement). Perilaku dapat dibentuk oleh usaha penguatan yang sesuai. Dalam dunia pengajaran, kegiatan pembentukan shaping ini melibatkan penguatan atas respon siswa yang benar terhadap serangkaian (stimulus) yang direncanakan.
Ia menyarankan jadwal untuk praktek pendidikan khususnya di sekolah mulai dengan penguatan setelah setiap respon yang benar ditunjukan oleh siswa. Pada respon yang berikutnya diberi penguatan secara acak atau penguatan yang tetap (fixed) tergantung kepada interval kejadian. Dalam praktek, apda tahap belajar permulaan dibuat langkah-langkah kecil, sehingga frekuensi kegiatan penguatan bias ditambah sampai pencaian maksimum.
B. PANDANGAN PSIKOLOGI KOGNITIF
Pengertian psikologi, menurut asal kata psikologi berasal dari bahasa yunani kuno yaitu dari kata-kata “psyche dan logos” secara etimologis atau pengertian harafiah psych berarti jiwa, roh, sukma, atama atau napas hidup dan logos (ologyu) berarti “ilmu atau studi”. Jadi secara etimologis psikologi berarti ilmu jiwa roh sukma atma napas hidup.
Dalam buku pengantar psikologi menjelaskan secara elementer dan universal atau umum dengan sistematis sebagai berikut:
Mebicarakan Tentang pengertian psikologi, hubungan psikologi dengan ilmu lainnya, metode- metode penelitian psikologi, tujuan mempelajari psikologi sistematis serta aplikasinya.
Membicarakan Tentang sejarah perkembangan psikologi terbagi dalam tiga bagian yaitu: psikologi sebagaian bagian dari filsafat atau biasa disebut psikologi kuno, psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri dan psikologi dalam abad ke 20 an.
Membahas tentang persoalan pokok psikologi yang diperbuat individu dengan lingkungan, formula interaksi secara efisien.
Mebicarakan tentang proses belajar yang mempengaruhi belajar serta diakhiri dengan beberapa teori tentang belajar.
Menurut Gagne (1979:53), sistematika lima jenis belajar yaitu:
Informasi verbal Kemahiran intelektual belajar dibdang kognitif Pengaturan kegiatan kognitif Ketrampilan motorik belajar dibidang sensorik
Sikap belajar dibidang dinamik efektif
Psikologi kognitif merupakan salah satu cabang dari psikologi umum dan mencakup studi ilmiah tentang gejala-gejala kehidupan mental/pikis sejauh berkaitan dengan cara manusia berpikir, seperti terwujud dalam memperoleh pengetahuan mengolah kesan-kesan yang masuk melalui penginderaan, menghadapi masalah problem untuk mencari suatu penyelesaian, serta menggali dari ingatan pengetahuan dan prosedur kerja yang dibutuhkan dalam menghadapi tuntunan hidup sehari-hari. Sejauh cabang ilmu psikolgi ini khusus mempelajari gejala-gejala mental yang bersifat kognitif dan terkait dengan proses belajar mengajar di sekolah, terdapat hubungan erat dengan psikologi belajar, psikologi pendidikan dan psikologi pengajaran. Pengetahuan dan pemahaman tentang proses belajar tidak hanya menerangkan mengapa siswa berhasil dalam upaya belajar, tetapi juga membantu untuk mencegah penyimpangannya dalam proses itu, dan sekali terjadi kesalahan selama periode belajar, untuk mengoreksinya. Kehidupan mental/psikis mencakup gejala-gejala kognitif, afektif dan konatif dan sampai taraf tertentu psikomotoris, baik dalam berhadapan dengan diri sendiri maupun dengan orang lain. Gejala-gejala mental/psikis ini dapat dibedakan satu dengan yang lain dan dijadikan subyek studi ilmiah sendiri-sendiri, tetapi tidak pernah dapat dipisahkan secara total yang satu dari yang lain. Oleh karena iu psikologi kognitif tidak hanya menggali dasar-dasar dari gejala yang khas kognitif, tetapi juga menuju aspek kognitif dalam gejala mental yang lain, seperti menafsiran dan pertimbangan yang menyertai reaksi perasaan afektif dan keputusan kehendak konatif. Siswa di sekolah berpesan sambil belajar dan berkehendak serta bermotivasi sambil belajar; dapat diselidiki dengan cara yang bagaiman berpikir dalam berbagai wujudnya itu mengambil bagian dalam berperasaan dan kehendak itu. Namun dalam bagian ini tekanan diberikan pada analisis tentang cara berpikir itu sendiri karena perilaku intelektual ilmiah yang paling mendasar belajar di sekolah.
Kebanyakan psikolog kognitif Amerika serikat berpegang pada suatu kerangka teoritis yang dikenal dengan nama “pemrosesan informasi” (information processing), yang di dalamnya berpikir digambarkan sebagai satu rangkaian kejadian atau peristiwa dalam otak yang meliputi urutan langkah pengolahan informasi dari saat diterima sampai saat dilepaskan lagi. Setiap langkah pengolahan merupakan suatu preses penanganan informasi tersendiri, yang memegang peranan terbatas dalam keseluruhan proses pengolahan informasi. Oleh karena itu, setiap langkah pengolahan merupakan satu kesatuan struktural dengan tugasnya sendiri-sendiri; keseluruhan satuan struktural ini mencakup yang telah disebut “pemrosesan informasi”. Yang dimaksud dengan informasi ialah masukan bagi setiap satuan struktural. Keseluruhan proses digambarkan dalam suatu denah yang menjelaskan secara grafis apa yang terjadi salah satu denah yang menghubungakan proses pengelolahan informasi dalam bentuk skema grafis model tertera di bawah ini:
TEORI SKEMA, (Paul Suparno, 2001:54).
Menurut teori skema, pengetahuan itu disiplin dalam suatu paket informasi, skema yang terdiri dari konstruksi mental gagasan kita. Skema adalah abstrak mental seseorang yang digunakan untuk mengerti suatu hal, menemukan jalan keluar, ataupun memecahkan persoalan/masalah. Orang harus mengisi antribut skemanya dengan informasi yang benar agar dapat membentuk kerangka pemikiran yang benar. Kerangka pemikiran inilah yang akan membentuk pengetahuan struktural seseorang, di mana pengetahuan struktural tersebut dari skema-skema yang dipunyai dan hubungan antara skema-skema itu.
Teori perubahan konsep membedakan dua macam perubahan konsep; perubahan yang kuat dan perubahan yang lemah. Perubahan konsep kuat yang terjadi bila seorang mengadakan akomodasi terhadap konsep yang telah punyai ketika berhadapan dengan fenomena yang baru. Perubahan yang lemah bila orang yang tersebut hanya mengadakan asimilasi skema yang lama ketika berhadapan dengan fenomena yang baru. Dengan dua perubahan itu pengetahuan manusia berkembang dan berubah. Untuk memungkinkan perubahan tersebut, diperlukan situasi anomali, yakni suatu keadaan yang menciptakan ketidak seimbangan dalam pikiran manusia atau yang menantang seseorang yang berpikir.
Teori asimilasi Ausubel menjelaskan bagaimana belajar bermakna terjadi, yaitu bila siswa mengasimilasikan apa yang ia pelajari dengan pengetahuan yang telah ia punyai sebelumnya. Dalam proses ini pengetahuan seseorang selalu diperbaharui dan dikembangkan lewat fenomena dan pengalaman yang baru.
Teori skema menunjukkan bahwa pengetahuan kita itu tersusun dalam suatu skema yang terletak dalam ingatan kita. Dalam belajar, kita dapat menambah dan mengubah skema yang ada sehingga dapat menjadi lebih luas dan berkembang. Ketiga teori tersebut dalam banyak hal mengandung kesamaan dengan prinsip konstruktivisme. Sementara itu, konstruktivisme sangat berbeda dan bahkan bertentangandengan teori belajar behaviorisme dan maturasionisme.
Behaviorisme menekankan ketrampilan sebagai satu tujuan pengajaran, konstruktivisme lebih menekankan perkembangan konsep dan pengertian serta pengetahuan yang mendalam sebagai konstruksi aktif, maturasionisme lebih menekankan pada pengetahuan yang berkembang sesuai dengan langkah-langkah perkembangan kedewasaan.
Penjelasan singkat pada model ini adalah sebagai berikut
Lingkungan hidup mengeluarkan rangsangan-rangsangan misalnya benda kena cahaya membetulkan gelombang sinar yang dapat dilihat bunyi radio menghasilkan gelombang suara yang dapat didengar. Energi fisik dan dalam berbagai bentuk, seperti bunyi sinar dan tekanan, menjadi informasi bagi satuan struktural yang menangkapnya.
Informasi ini ditangkap oleh alat-alat indera yang peka terhadap bentuk enegsi fisik tertentu, seperti mata untuk sinar dan kulit untuk sentuhan, diolah dan diubah/transformasi menjadi pulsa-pulsa elektrokimia yang dikirim kepusat-pusat tertentu dalam otak dan akhirnya masuk ke dalam sistem saraf pusat.
Informasi yang ditampung itu disimpan selama waktu yang amat singkat sekali. Sebagian kecil diteruskan ingatan jangka pendek untuk diolah lebih lanjut, sedangkan sisanya hilang dan tidak tersedia lagi untuk pengelolahan. Jadi kualitas dan informasi yang diolah dikurangi; dengan kata lain, terjadi seleksi dalam persepsi.
Informasi yang telah diseleksi masuk dalam ingatan jarak pendek. Yang dimaksud dengan ingatan di sini adalah saat orang menyadari pada sesuatu yang dihadapi misalnya menyadari sedang melihat sesuatu nama dengan sebuah nomor dalam buku petunjuk telepon. Namun lamanya saat kesadaran itu amat singkat kira-kira 10 detik. Informasi yang masuk tadi kemudian menghilang, kecuali bertahan lebih lama karena mulai diingat-ingat kembali atau diolah untuk diambil maknanya. Jadi proses penanganan informasi ini disebut “rehearsal”, yaitu seolah olah diputar-putarkan dengan dipegang-pegang; jadi suatu bentuk pengelolahan mental.
1. Hasil pengelolahan menjadi masukan bagi ingatan jangka panjang.
2. Informasi yang berasal dari ingatan jangka pendek atau ingatan jangka panjang ditampung dalam perencanaan yang mempersiapkan masukan ini untuk disalurkan ke unit pelaksanaan yang akhirnya memberikan jawaban atau reaksi terhadap lingkungan.
Alat pelaksanaan meliputi semua otot dan kelenjer yang mewujutkan jawaban reaksi terhadap lingkungan sesuai dengan tuntutan dan ketentuan yang diberikan oleh pusat perencanaan.
Psikologi kognitif khususnya mempelajari cara reprensentase mental dan berlangsung dalam alam kognitif manusia dan bagaimana hasil representase mental ini disimpan dalam ingatan, khususnya ingatan jangka panjang. Untuk istilah “tanggapan” digunakan juga istilah gambaran (image) ini istilah gagasan Yang mencakup beberapa konsep juga dipakai istilah ide (idea) yang adalah gagasan yang sudah mengandung beberapa unsur dan karena itu lebih luas kompleks dari pada satu konsep saja.
Psikologi kognitif membayangkan ingatan jangka panjang sebagai ruang penuh dengan proporsisi, yang masing-masing menjadi unit informasi dasar. Dalam proposisi menurut apa yang disebut pengetahuan deklratif (declarative knowledge) yaitu pengetahuan tentang hal-hal yang faktual: hal ini hal itu merupakan kenyataan dan fakta. Sedangkan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan mengenai cara melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu.
Winkel mengusulkan beberapa fungsi kognitif yang dapat berkaitan dengan intelegensi siswa yaitu:
Fungsi kognitif: yang mencakup taraf intelegensi dan daya kreativitas; bakat khusus oraganisasi kognitif; taraf kemampuan berbahasa; daya berfantasi; gaya berlajar; teknik-teknik studi.
Fungsi konatif dinamik yang mencakup: karakter; hasrat; berkehendak; mativasi intrinsik & ekstrinsik belajar; perhatian kosentrasi.
Fungsi afektif yang mencakup: tempramen; perasaan; sikap; minat.
Fungsi senso-motorik mencakup: kemampuan cepat menulis, membaca, berbicara dan melakukan sesuatu.
Tahap-tahap berperilaku dalam empat bentuk belajar menurut, De Bolck
Kognitif : tidak mau, mampu memproduksi, meamahami intinya, mampu menggunaka bila ditugasi, mampu menggunakan atas inisiatif sendiri.
Senso-motorik : tidak bisa, mampu maniru, mulai mengadakan korrdinasi, melakukan gerak-gerik penuh koordinasi, berketrampilan penuh kelicahan dan kreatif.
Konatif : tidak mau bersedia menerima, mulai berkecenderungan untuk melibatkan diri secara aktif, manfaatkan kesempatan secara suka rela.
Afektif : tidak suka, sekedar menaruh minat, mulai menghargai dan menghormati, merasa terlibat dengan mengalami rasa penuh hati, mengidentifikasikan diri dengan penuh hati.

Bentuk Belajar Tahap Kognitf Senso-Motor Konatif Serba kekuragan “tidak ada”
Sadar dan sekedar tahu Mulai menangkap Berkemampuan pada taraf baik Terintegrasi sebagai milik pribadi Tidak tahu Mampu memproduksi Memahami intinya Mampu menggunakan biasa diugasi Mampu menggunakan atas insiatif sendiri Tidak bisa Mampu meniru Mulai mengadakan koordinasi Melakukan gerak-gerik koordinasi
Berketrampilan penuh kelincahan dan kreatif Tidak mau Bersedia menerima Mulai berkecenderungan untuk...
Melibatkan diri secara aktif Manfaatkan kesempatan secara suka rela Tidak suka
Sekedar menaruh minat Mulai menghargai dan menghayati Merasa terlibat dengan mengalami rasa puas Mengidentifikasikan diri dengan sepenuh hati


Paul Suparno, (2001:51), Teori perkembangan kognitif dan teori pengetahuan piaget cukup banyak mempengaruhi bidang pendidikan, terutama perkembangan pengetahuan murid dan juga bagaimana guru membimbing belajar. Karena pengetahuan diperoleh dan dibentuk oleh murid sendiri dalam berhadapan dengan pengalaman fisis, matematis logis dan sosial, kegiatan seorang murid menjadi sangat penting dalam proses belajar. Tugas guru terutama adalah membantu dan menciptakan suasana agar proses pembentukan itu berjalan. Kurikulum terlebih penyusunan bahan dan juga metode pendekatan, perlu disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif siswa agar lebih efektif. Secara umum bahan disusun dari yang lebih kongkrit ke yang lebih abstrak. Penyusunan ini bukan hanya berlaku untuk mempelajari pengetahuan.

C. PANDANGAN PSIKOLOGI

Psikologi humanistik tumbuh terutama sebagai reaksi terhadap behaviorisme yang dianggap mereduksi kualitas manusia yang ensensial menjadi kesatuan yang bersifat fisik seperti juga menganut medan (field theory) aliran humanistik memandang perilaku manusia dengan memperhitungkan juga faktor-faktor dari dalam.
Kebutuhan rasa aman seperti keinginan untuk dilindungi secara fisik maupun psikologis.
Kebutuhan untuk menjadi bagian dalam golongan termasuk kebutuhan yang dimiliki dan memiliki (belonging). Persahabatan disayangi atau menayangi.
Kebutuhan yang dihargai, yang merefleksikan pada kebutuhan untuk menguasai ketrampilan kompetensi tertentu secara memadai.
Pucak kebutuhan manusia tersebut adalah aktualisai diri yaitu perkembangan diri pribadi secara maksimal.
Dengan kelima motivasi tersebut, seorang akan mendorong untuk belajar dirinya berada di dalam lingkungan yang nyaman, bebas dari ancaman, memperoleh penghargaan diri orang sekitarnya, dan memiliki kebebasan untuk berkembang.
Menurut Carl Rogers, menyerap “kerapian klien” mengenai syarat-syarat atau kondisi seseorang. Dalam psikoloterapian proses belajar dalam diri seseorang klien terjdi apabila:
Klien merasakan dirinya menghadapi suatu masalah yang sangat penting.
Ahli terapi menerima klien merupakan orang jujur dan sejati.
Ahli terapi menerima klien sebagaimana adanya.
Ahli terapi menunjukkan empatik, ia memahami kesulitan yang dihadapi klien.
Menurut John Dewey, belajar merupakan bagian dari interaksi manusia dengan lingkungan. Dalam proses berpikir reflektif yang menurutnya ada tiga langkah yaitu:
1. Pengenalan atas suatu masalah.
2. Sugesti untuk memecahkan masalah.
3. Pengampunan hipotesis melalui kegiatan imajinatif maupun kegiatan nyata.
Dari uraian humanistik di atas, maka dapat dikonklusikan bahwa humanistik merupakan organisme manusia yang dipelajari secara utuh. Dalam hal ini apa dan bagaimana belajar dijelaskan oleh para ahli dengan cara berbeda tergantung kepada aliran berpikirnya penganut aliran psikologi asosiasi menjelaskan belajar sebagai serangkaian hubungan antara stimulus dan respons (S-R). Aliran behaviorisme menekankan bagaimana prilaku terbentuk dari respon yang terkuat. Aliran Gestalt menjelaskan bahwa organisme berpersepsi obyek secara menyeluruh dalam pemahaman individu terhadap obyek atau fenomena tergantung dari kemampuan seseorang menangkap kofigurasi obyek. Kalau para penganut behaviorisme tidak hirau dengan proses di dalam diri orang belajar, maka psikologi gestalt menyatakan pentingnya tilikan atau insight yang dicapai oleh seseorang dalam pemecahan masalah. Aliran psikologi kognitif menekankan proses yang terjadi di dalam diri orang. Ada yang menjelaskan proses belajar sebagai proses pembentukan informasi insani, ada yang menekankan pentingnya pembentukan yang dimungkinkan oleh berintegrasi pengetahuan yang sudah dimiliki oleh individu sebelum (advancer organizer). Aliran humanisme menitik beratkan manusia sebagai pusat yang mengatur proses belajar berdasarkan pilihan pemikiran sebagai makhluk yang bebas. Aliran-aliran yang tersebut memberikan sumbangan terhadap praktek pembelajaran. Thorndike melahirkan hukum-hukum belajar sebagai hasil eksperimennya terhadap berbagai macam hewan. Skiner menyumbang teknik-teknik penguatan praktek pendiddikan. Aliran kognitif bagaimana menyiapkan kondisi-kondisi eksternal maupun internal agar bekajar menjadi efektif. Juga bagaimana perbedaan individu harus diperhitungkan dalam memberikan pelayanan pendidikan agar mereka mencapai tingkat penguasaan materi.
Proses ini terlalu kompleks untuk dapat dijalaskan hanya oleh satu orang atau dua aliran saja. Oleh karena itu pemikiran yang sangat melengkapi orang lain.

D. PANDANGAN PSIKOLOGI GESTALT

Psikologi belajar, menekankan pada bentuk yang terorganisasi (organized form) dan pola persepsi manusia.
Menurut Warthermen, dari jerman menyusun konsep yang dikenal sebagai gestalt atau keseluruhan figurasi. Penelitian yag dilakukan oleh Kohe terhadap Kera menemukan adanya titikan insight dalam mengatasi suatu masalah. Jadi tidak semata-mata bersifat mekanistik. Insight ditandai dengan adanya:
Suatu perubahan yang tiba-tiba dari keadaan yang tidak berdaya menjadi menguasai atau persoalan pemecahan masalah.
Adanya retensi (ingatan) yang baik.
Adanya insiden transfer.
Insight yang diperoleh sesuatu dan manfaatkan dalam situasi lain yang mempunyai pola atau struktur yang sama, meskipun detailnya tidak sama.
Menurut Teori Gestalt, teori ini dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari jerman, yang sekarang menjadi tenar diseluruh dunia. Hukum yang berlaku pada pengamatan adalah sama dengan hukum dalam belajar.
Gestalt mempunyai sesuatu yang lebih jumlah unsurnya, Gestalt timbul lebih dahulu dari pada bagian-bagiannya.
Jadi dalam belajar yang penting adalah adanya penyesuaian pertama yaitu memperoleh response yang tepat untuk memecahkan problem yang dihadapi. Belajar yang penting bukan mengulangi hal-hal yang harus dipelajari tetapi, mengerti dan memperoleh insigh. sifat-sifat belajar dengan insight ialah:
Insight tergantung dari kemampuan dasar
Insight tergantung dari pengalaman masa lampau yang relevan.
Insight hanya timbul apabila situasi belajar diatur sedemikian rupa, sehingga segala aspek yang perlu dapat diamati
Insight adalah hal yang harus dicari, tidak dapat jatuh dari Langit, belajar dengan Insight dari pada diulangi
Insight sekali didapatkan dapat digunakan untuk menghadapi situasi-situasi yang baru.
Prinsip belajar menurutnya belajar berdasarkan keseluruhan, orang harus menghubungkan suatu pelajaran dengan pelajaran yang lain sebanyak mungkin. Mata palajaran yang bulat lebih mudah dimengerti dari pada bagian-bagiannya.
Belajar adalah suatu proses perkembagan. Anak-anak baru dapat mempelajari dan merencanakan bila ia telah matang untuk menerima bahan palajaran itu. Manusia sebagai suatu organisme yang berkembang, kesediaan mempelajari sesuatu tidak hanya ditentukan hanya kematangan jiwa batiniah, tetapi juga perkembangan karena lingkungan dan pengalaman.
Siswa sebagai organisme keseluruhan. Siswa belajar tak hanya inteleknya saja, tetapi juga emosional dan jasmaninya. Dalam pengajaran modern guru disamping mengajar, juga mendidik untuk membentuk pribadi siswa.
Belajar pada pokoknya yang terpenting pada penyesuaian pertama ialah memperoleh response yang tepat. Mudah atau sukarnya problem itu, terutama adalah masalah pengamatan, bila kemampuan telah dikuasai betul-betul maka dapat dipindahkan untuk kemampuan yang lain.
Belajar adalah reorganisasi pengalaman. Pengalaman adalah suatu interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Misalkan Anak kena api peristiwa ini terjadi pengalaman bagi anak. Belajar itu baru timbul bila seseorang menemui suatu situasi soal baru. Dalam menghadapi itu ia akan menggunakan segala pengalaman yang telah dimiliki. Siswa mengadakan analisis reorganisasi pengalamannya.
Belajar harus dengan insight. Insight adalah suatu saat dalam proses belajar di mana seseorang melihat pengertian tentang sangkut paut dan hubungan-hubungan tertentu dalam unsur yang mengandung suatu problem.
Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan dan tujuan siswa. Hal ini terjadi bila banyak berhububgan dengan apa yang diperlukan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Di sekolah progresif, siswa diajak bebicara membicarakan tentang proyek/unit agar tahu tujuan yang akan dicapai dan yakin ada manfaatnya.
Belajar berlangsung terus-menerus. Siswa memperoleh pengetahuan tak hanya di sekolah tetapi juga di luar sekolah, dalam pergaulan; memperoleh pengalaman sendiri-sendiri, karena itu sekolah harus bekerja sama dengan orang tua di rumah dan masyarakat, agar semua turut serta membantu perkembagan siswa secara harmonis.

BAB II
CIRI-CIRI TEORI BELAJAR

Sebagai suatu proses pengaturan belajar mengajar tidak terlepas dari ciri-ciri tertentu, dalam hal ini menurut Syaiful B. Djamarah & Aswan Zain, 2002:60) menjelaskan sebagai berikut: Belajar memiliki, tujuan yakni untuk membentuk anak didik dalam suatu perkembangan tertentu. Inilah yang dimaksud kegiatan belajar itu sadar akan tujuan, dengan menetapkan anak sebagai pusat perhatian. Anak didik mempunyai tujuan, unsur lainnya sebagai pengantar dan pendukung.
Ada suatu prosedur jalannya interaksi yang direncanakan, desain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Agar tetap dapat mencapai tujuan secara optimal, maka dalam melakukan interaksi perlu ada prosedur, atau langkah-langkah sistematik dan relevan. Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang satu dengan yang lain, mungkin akan membutuhkan prosedur dan desain yang berbeda pula. Sebagai contoh misalnya tujuan pembelajaran agar anak didik dapat menunjukan letak kota New York tentu kegiatan tidak cocok kalau anak didik disuruh membaca dalam hati, dan begitu seterusnya.
Kegiatan belajar mengajar ditandai dengan satu pengharapan materi yang khusus. Dalam hal ini materi didesain sedemikian rupa sehingga cocok untuk mencapai tujuan. Sudah barang tentu dalam hal ini perlu memperhatikan komponen yang lain, apa lagi komponen anak didik yang merupakan sentral. Materi harus sudah didesain dengan disiapkan sebelum berlangsungnya kegiatan belajar mengajar.
Ditandai dengan aktivitas anak didik. Sebagai konsekuesi, bahwa anak didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Aktivitas anak didik dalam hal ini merupakan secara fisik maupun secara mental, aktif. Ini yang sesuai dengan konsep dan sebagainya. Jadi tidak ada gunanya melakukan kegiatan belajar mengajar, kalau anak didik hanya pasif. Karena anak didiklah yang belajar, maka merekalah yang harus melakukan.
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru berperan sebagai pembimbing. Dalam peranannya sebagai pembimbing dan guru harus berusaha menghidupkan dan berikan motivasi, agar terjadi proses interaksi yang kondusif. Guru harus siap sebagai mediator dalam segala situasi proses belajar mengajar, sehingga guru akan merupakan tokoh yang dilihat dan ditiru tingkah lakunya oleh anak-anak didik. Guru (akan lebih baik bersama anak didik) sebagai desainer akan memimpin akan terjadinya interaksi.
Dalam kegiatan belajar mengajar, membutuhkan disiplin. Disiplun dalam belajar mengajar ini diartikan sebagai satu pola tingkah laku yang diatur sedemikian rupa menurut ketentuan yang sudah ditaati oleh pihak guru maupun anak didik dengan sadar. Mekanisme kongrit dari ketaatan pada ketentuan atau tata tertib itu akan terlihar dari pelaksanaan prosedur. Jadi langkah-langkah yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang sudah digariskan. Penyimpangan dari prosedur berarti sesuai indikotor pelanggaran disiplin.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu bersistem dalam berkelas (kelompok anak didik), batas waktu menjadi salah satu ciri yang tidak bisa ditinggalkan. Setiap tujuan akan diberi waktu tertentu, kapan tujuan itu sudah harus tercapai.
Dari seluruh kegiatan di atas, masalah evaluasi bagian penting yang tidak bisa diabaikan, setelah guru melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Evaluasi harus guru dilakukan untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran yang telah ditentukan.


A. JENIS-JENIS BELAJAR.
Para ahli mencoba membuat kategori jenis-jenis belajar yang sering kita kenal sebagai taksonomi belajar. Salah satu dari yang kita kenal adalah taksonomi yang disusun oleh Benyamin S. Bloom. Jenis-jenis belajar juga disusun oleh Robert M. Gagne, dan yang paling muktakhir dilakukan suatu komisi yang dibentuk oleh Badan Pendidikan Perserikatan Bangsa-Bangsa yaitu (UNESCO) yang dikenal dengan empat pilar fondasi pendidikan yang di sususn oleh sebuah komisi yang diketahui oleh (Juques Delors).
Taksonomi Bloom
Taksonomi Bloom terdiri dari tiga kategori yaitu yang dikenal sebagai domain atau ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Yang dimaksud dengan ranah-ranah ini oleh Bloom adalah perilaku. Perilaku memang mengingatkan untuk ditunjukan oleh peserta didik atau pelajar dalam acara-acara tertentu misalnya bagaimana mereka berpikir ranah kongnitif, bagaimana bersikap dan merasakan sesuatu ranah kognitif, dan bagaimana berbuat ranah psikomotorik.

a. Ranah kognitif
Ranah kognitif pengetahuan didasarkan pada kegiatan mengingat berbagai informasi yang pernah diketahui tentang fakta-fakta metode dan lain-lain.
Pemahaman merupakan kemampuan untuk menangkap arti dari apa yang tersaji kemampuan untuk menterjemahkan dari suatu bentuk kata-kata, angka-angka penjelasan, ringkasan prediksi dan lain-lain.
Aplikasi dan sintesis untuk memanfaatkan bahan-bahan yang telah dipelajari dalam situasi yang baru.
Analisa dan sintesis adalah kemampuan analisa merupakan kemampuan menguraikan bahwa yang telah mempelajari itu menjadi komponen-komponen sehingga struktur yang dipelajari itu menjadi lebih jelas.
Evaluasi dan kemampuan ini mencakup untuk memberi penilaian terhadap bahan-bahan atau fakta berdasarkan kriteria tertentu. Obyek yang dinilai bersifat obyektif. Berbeda dengan penilain dalam ranah afektif. Penilaian pada ranah kognitif menghasilkan kesimpulan yang lebih obyektif.

b. Ranah Afektif.
Seperti ahli psikologi kognitif lain. Bloom berpendapat bahwa sikap menilai tiga komponen yaitu kognitif ,afektif, dan konatif. Komponen konatif merupakan pengetahuan individu tentang obyek sikap. Komponen afektif merupakan apa yang diyakini individu dirinya dan penghayatan orang tersebut akan obyek sikap tak senang, bahagia. Komponen konatif merupakan kecenderungan kuat untuk berbuat melakukan sesuatu sesuai dengan perasaan dan pengetahuan yang obyektif.

Kategori Jenis-Jenis Belajar Menurut Gagne
Kategori belajar menurunya meliputi lima jenis kemampuan manusia yaitu: (1) kecakapan intektual; (2) strategi kognitif; (3) ketrampilan motoris; (4) informasi verbal; (5) sikap.

Belajar Kecakapan intelektual
Gagne membagi-bagi jenis belajar ini dalam hirarki yang dimulai dengan bentuk yang sangat dasar seperti misalnya asosiasi kemudian bergerak belajar berbeda-beda mendiskriminasikan langkah ketingkat berikutnya yaitu belajar konsep-konsep.
Belajar Stategi kognitif
Strategi kognitif merupakan cara yang digunakan individu yang belajar mengatur proses dalam dirinya misalnya proses memusatkan masalah baru. Skiner menyebutnya self management behavior, Bruner menyebutnya kognitif strategi. Dan memberi nama executive control process.(eksekutif kontrol proses).

Belajar Informasi verbal
Jenis belajar ini diperlukan karena pada dasarnya jika seorang membuat pernyataannya berarti ia memberitahu kepada orang lain atau memberitahu dirinya sendiri.
Belajar Ketrampilan motoris
Jenis belajar ini paling mudah diamati dibandingkan dengan kecakapan lain. Menulis dan melempar batu belajar.
Belajar Sikap & nilai
Sikap didefinisikan sebagai keadaan internal seseorang mempengaruhi pilihan atas tindakan pribadi yang dilakukannya. Sikap mempelajari dengan cara bermacam-macam, biasa merupakan hasil kejadian tunggal. Misalnya terkejut gerakan ular atau karena tersegat api. Tetapi sikap bisa juga disebabkan oleh karena pengalaman atas keberhasilan dalam melakukan suatu tugas. Cara lain adalah melalui peniruan atau imitasi terhadap orang lain. Misalnya guru, kawan, orang tua, atau orang yang diidolakan.
Kategori Jenis Belajar Menurut UNESCO
Lembaga PBB yang mengani masalah pendidikan yaitu UNESCO secara reguler mengadakan pertemuan khusus dengan sembilan negara yang berpenduduk lebih banyak. Meraka duduk bersama membahas berbagai masalah pendidikan, sembilan negara yaitu: Bangladesh, Brazil, China, Mesir, Negeria, India, Pakistan Indonesia. Laporan komisi Delos mengidentifikasikan empat pilar yaitu: (1) Learning to know, (2) Learning to do, (3) Learning to live together, (4) Learning to be.
B. KOMPETENSI
Kata kompetensi biasanya diartikan sebagai “kecakapan yang memadai untuk melakukan suatu tugas, sebagai memiliki ketrampilan dan kecakapan yang dasyat. Dalam pengertian luas ini jelas bahwa setiap cara yang digunakan dalam pelajaran yang ditunjukkan untuk mencapai kompetensi adalah untuk mengembangkan manusia yang bermutu dan memiliki pengetahuan ketrampilan dan kemampuan yang dinyatakan. Kata kompetensi dipilih untuk menunjukkan tekanan pada kemampuan medemonstrasikan pengetahuan.
C. MASALAH-MASALAH BELAJAR
Menurut A. Suhaenah Suparmo masalah belajar terdapat baik di sekolah perguruan tinggi maupun masyarakat. Ada tiga ketegori besar sumber masalah yaitu:
Masalah yang berasal dari diri si pelajar sendiri, berupa kurang mampu secara intelektual, kekurangan motivasi ketidak mampuan berkonsentrasi dan mengatur waktu,
Masalah yang berasal dari pihak dosen/fasilitator, seperti kurang mampu manguasai materi, melaksanakan variasi strategi mengajar, evaluasi dan manfaatkan sumber-sumber belajar.
Masalah yang berasal dari lingkungan baik bersifat fisik, sosial, ekonomi dan kelembagaan. Keterbatasan fasilitas laboratorium, buku-buku perpustakaan kenyaman ruangan, polusi suara adalah contoh dari jenis masalah fisik ketidak tegasan peraturan dicontohkan oleh layanan sumber-sumberbelajar yang tidak maksimal. Beratnya beban biaya kuliah merupakan contoh masalah bersifat ekonomi. Khusus untuk masalah yang ada di dalam masyarakat, kesulitan memperoleh akses kepada sumber belajar, disebabkan oleh faktor grafis, keterpecilan dan keenggaan pimpinan lingkungan untuk menyadari masalah yang ada di wilayah tanggung jawab. Faktor ekonomi merupakan sumber masalah yang sangat menonjol disaat krsis, baik bagi masyarakat di kota maupun bagi masyarakat di pedesaan.
D. PERBEDAAN BELAJAR DENGAN KEMATANGAN
Perbedaan vertikal menurut Slamet 1995, manusia dapat diklasifikasikan menurut garis naik maupun garis turun, secara jasmaniah maupun mental. Perbadaan mental ialah integrasi kesanggupan menanggapi sesuatu, kesanggupan memahami bilangan, ingatan, pemikiran induktif dan sebagainya.
Perbedaan-perbedaan belajar kualitatif, perbedaan ini mengenai kecekatan khusus dan perhatiannya, cara bekerja kecenderungannya terhadap soal intelektual yang lain dan juga terhadap hal-hal estetis, yang masih banyak lagi. Kecekatan khusus ini ada yang tergantung pada pembawaan dan banyak pula tergantung pada kesempatan, pengaruh, kemungkinan dan kesadaran. Untuk mendekati persoalan ini perlu melalui perhatian karena pola perhatian seseorang mempunyai hubungan dengan prestasinya dan dengan cara belajar. Kenyataan perhatian itu bermacam-macam seperti perhatian jasmani, perhatian dalam kejadian di rumah, perhatian mekanisme, perhatian ketrampilan, perhatian terhadap pekerjaan tangan yang halus dan lain sebagainya, dan jumlah yang banyak sekali. Kadang-kadang klasifikasi perhatian itu sampai halus, suatu jenis yang tepat sekali pada pengalaman seseorang.
Perbedaan dengan cara –cara bekerja dan cara belajar harus terlaksana dengan wajar agar pengajaran itu berhasil.
Semua proses belajar merupakan suatu proses eksperimen dan eksplorasi.
Eksperimen merupan bagian intergral dan selalu merupakan suatu usaha dangan cara kecerdasan untuk mendapatkan penyelesaian persoalan yang dihadapai.
Saat yang baik bagi guru untuk mencampuri proses belajar dan sedang berlangsung adalah memberikan bimbingan langsung kapada siswanya, pada waktuk siswa memerlukan bantuan dalam ushan memecahkan suatu persoalan, untuk menguasai suatu metode yang efektif dan memberikan hasil yang baik.
Perkembangan prinsip individualisasi dapat dilihat dalam penilaian beberapa hal:
Pelaksanaan tugas secara individual, cara melakukannya berbeda-beda.
Pengelompokan homogen dalam beberapa taraf, dapat berdasarkan IQ, MA, EA yang dikombinasikan dengan perbedaan cara belajar dan bekerja (IQ = Intelligency Quotient, MA = Mental Age, Ea = Educational Age ).
Rencana yang ditentukan dengan beberapa taraf memungkinkan pilihan yang fleksibel.
Pengajaran individual. Unit yang besar dengan aktivitas dan pengalaman yang mungkin ada yang diantara unit itu.
Usaha-uasaha individual. Belajar sebagai gejala tersendir dan hendaknya diorganisasikannya dengan tepat berdasarkan prinsip konteks fokalisasi, sosialisasi, dan individualisasi. Hal-hal yang ditemukan perbedaan belajar adalah: Hasil-hasil belajar dan pengalaman yang khusus selalu perlu demikian juga. Proses belajar yang makin kaya akan makna, maka belajar itu makin menjadi suatu lembaga pengasuh dan alat bagi pertumbuhan mental si pelajar. Tidak ada pekerjaan belajar istimewa yang dapat bermakna, bila belajar itu masih terlalu jauh dari kematangan.

E. PERBEDAAN BELAJAR DENGAN PERUBAHAN FISIK DAN MENTAL

Pandangan para ahli biologi pertumbuhan atau perubahan fisik diartikan sebagai suatu penambahan dalam suatu ukuran berat, atau ukuran dimensi dari pada tubuh serta bagian-bagiannya perobahan fisik.
Sedangkan perkembagan (development) dimaksudkan untuk menunjukkan perubahan-perubahan fisik dan mental dalam bentuk bagian tubuh dan intergasi pelbagai bagiannya ke dalam suatu kesatuan fungsionil bila perubahan pertumbuhan fisik itu berlangsung. Jadi pertumbuhan fisik dapat diukur, sedangkan perkembangan mental hanya dapat diamati dengan memperhatikan perobahan-perobahan dalam bentuk tingkah laku ketika telah tercapai kematangan, perobahan itu terjadi terutama dalam aspek mental dan bersifat kualitatif (maturation).
Kematangan tunjukan untuk perkembagan tersebut di atas. Dengan demikian pertumbuhan fisik, perkembagan mental dan kematngan menujukan ada perubahan yang progresif dalam diri individu.
Perubahan fisik bersifat progreif yang terjadi dalam diri individu nilai yang merupaka persamaan antara ketiga pengertian di atas dengan pengertian belajar.
Jika pertumbuhan perkembangan dan kematangan sebagaian besar terjadi dengan sendirinya, karena tenaga dari dalam disamping pengaruh dari luar, maka belajar, proses perubahan itu sebagian besarnya terjadi karena pengaruh dari luar, disamping juga pengaruh dari dalam. Proses belajar akan berlangsung efektif jika sesuai dengan fase-fase pertumbuhan, perkembangan dan terutama tingkat kematangan itu tiba, individu sangat sensitif dan berbeda dalam keadaan siap untuk memperoleh kemampuan, oleh karena itu usaha belajar akan sangat membantunya, sebaiknya juga proses perubahan pertumbuhan fisik dan perbedaan belajar kematangan akan berlangsung dengan efektif (sempurna) jika disertai dengan usaha belajar dengan sungguh-sungguh.
Demikianlah terdapat hubungan yang timbal balik antara belajar dengan pertumbuhan fisik, perkembagan mental dan kematangan. Malahan Wetherington di dalam Slemet, mengatakan bahwa “pendidikan adalah pertumbuhan,melalui belajar”
Jadi proses belajar merupaka usaha dalam pertumbuhan fisik dan perkembagan mental.
Dari beberapa penyelidikan yang telah dilakukan oleh para ahli terbukti bahwa perubahan belajar sentiasa tergantung dari tingkat pertumbuhan fisik maupun mental.
Oleh karena itu perbedaan proses belajar yang efektif hendaknya memperhatikan dan berdasarkan diri pada aspek-aspek pertumbuhan fisik dan perkembagan mental serta kematangan belajar dari pelajar.
Belajar dan mengahafal, menurut pandangan psikologi kuno, belajar ditafsirkan sebagai mengahafal. Oleh karena itu belajar dilakukan semata-mata dengan menghafal. Hasil belajar ditandai dengan hafalnya seseorang kepada suatu materi yang dipelajarinya.

F. HASIL-HASIL BELAJAR

Belajar terjadi bila ada hasilnya yang dapat diperhatikan. Jadi belajar terjadi hanya dapat diketahui bila ada sesuatu diingat dan apa yang dipelajari itu. Suatu fakta yang dipelajari harus dapat diingat dengan setelah diajarkan. Akan tetapi dalam waktu tertentu dapat terjadi perubahan, karena yang diingat itu dapat dilupakan sebagian atau seluruhnya. Faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain: (1) jumlah yang dipelajari dalam waktu tertentu, (2) adanya kegiatan-kegiatan yang lain sesudah belajar, yang merupakan interference yang mengganggu apa yang diingat itu. (3) waktu yang leqat setelah berlangsungnya belajar itu, yang juga dapat mengandung kegiatan yang mengganggu.
Namun dalam pndidikan penting sekali dasar hal-hal tertentu jangan dilupakan segera, sehingga siswa dapat mengikuti pelajaran selanjutnya. Apa yang dipelajari di SD banyak yang diperlukan SMA dan slanjutnya diperguruan tinggi. Masa liburan merupakan masa kritis bagi murid, karena banyak dilupakan dalam periode itu.
Apakah yang diingat kembali?
Seorang dapat mengingat gambar yang telah pernah dilihatnya, mengingat kata-kata yang baru dipelajarinya, atau mengingat bagaimana cara memecahkan hitungan. Apakah ketiga itu sama? Rasanya tidak. Yang pertama lebih baik disebut mengenal (recognition), yang kedua mengingat kembali informasi verbal, atau recall of verbal information kembali informasi verbal dan yang ketiga mengenai yang mengenai ketrampilan intelektual disebut reinstetment atau merumuskan kembali atau menggunakannya dalam situasi yang baru.
Rekognition (mengenaal kembali)
Seorang dapat mengenal kembali suatu gambar, lagu, bau wangi yang telah pernah dilihat, didengar atau diciumnya sebelumnya. Mengenal kembali ini lebih mantap dari pada bentuk ingatan lainnya.
Recell Of Verbal Information (Mengingat Kembali Informasi Verbal).
Anak demikian pula orang dewasa dapat mengingat kembali kata-kata yang pernah didengar atau dipelajarinya. Menyatakan kembali apa yang dipeljari lebih sukar dari pada sekedar menganal sesuatu kemabali. Recall ini banyak diselidiki, namun masih banyak lagi aspek-aspek yang belum dipahami sepenuhnya. Banyak yang diingat berkat asosiasi bila dua hal dipelajari bersamaan. Ini juga disebut prinsip “contiquity”, yakni bila dua hal dipelajari pada saat bersamaan. Ada pula yang mengemukakan prinsip “subsumtion”, yakni hal yang baru itu diintegrasikan dalam struktur pengertian yang telah ada.
Asosiasi antara hal-hal yang diingat tak perlu dihubungkan dengan cara yang bermakna akan tetapi kedua hal itu sering ditemukan bersama, seperti bulan dan bintang, gunung dan lembah, pahit dan getir. Ada pula yang diingat dalam organisasi tertentu, misalnya dalam asosiasi bebas, bila disebut lembu maka kata itu dapat diasosiasikan dengan nama binatang lainnya, jadi sebagai suatu kelompok.
Renstentement Of Intellectual Skills (Menggunakan Ketrampilan Intelektual)
Bila seorang dipahami suatu soal misalnya soal fisika maka ia harus mengingat bermacam-macam hal yang berkenaan dengan sejenis belajar seperti diskriminasi, rangkaian, klasifikasi, menggunakan aturan atau hukum dan pemecahan masalah. Untuk mengingat hasil belajar pada tingkat yang lebih tinggi harus dikuasai hasil belajar pada tingkat yang lebih rendah. Dalam “reinstetement” ini tidak cukup hanya mengenal atau mengingat kembali, walaupun itu juga diperlukan, akan tetapi kemampuan untuk menggunakan hasil belajar yang lampau dalam situasi yang baru.
Fungsi ingatan
Untuk apa kita mengingat sesuatu? Ada tiga fungsi ingatan yakni :
Mengingat untuk sementara, untuk keperluan tertentu, misalnya no. telp. Yang telah dilupakan kembali setelah kita memutarnya atau sejumlah barang yang harus kita beli sewaktu berbelanja.
Fungsi perantara, mengingat sejumlah nama pohon, tanaman, binatang, dan sebagainya. Untuk memahami klasifikasinya. Apabila kita memerlukannya untuk memecahkan suatu masalah maka mengingat klasifikasi dan sejumlah nama-nama membantu kita untuk mencarinya kembali dalam ensiklopedi atau sumber lainnya. Mengingat banyak fakta-fakta dapat membantu, akan tetapi bila kita dapat mencarinya lemabali berkat adanya kategori dan sejumlah contah yang kita ingat, maka tidak ada halangan untuk memecahkan masalah itu. Bahwa kemudian kita melupakannya kembali tidak menjadi soal setelah kita memecahkan masalah itu.
Mengingat selama hidup, ada pula hal-hal tertentu yang perlu kita ingat selama hidup kita. Diantaranya ketrampilan intelektual yang sering kita perlukan dalam menghadapi masalah-masalah, baik yang spesifik maupun yang bersifat umum. Kita misalnya harus mengingat angka-angka, huruf-huruf abjad nama-nama sejumlah besar benda, toko-toko, karyawan kesenian, dan sebagainya.


BAB III
UNSUR-UNSUR DINAMIS BELAJAR

Siswa memiliki perasaan, perhatian, kemauan, ingatan, dan pikiran yang mengalami perubahan berkat pengalaman hidup. Pengalaman dengan teman sebayanya pengaruh pada motivasi dan perilaku belajar. Lingkungan siswa yang berupa lingkungan alam, lingkungan tempat tinggal, dan pergaulan juga mengalami perubahan. Lingkungan budaya siswa yang berupa surat kabar, majala, radio, televisi, dan film semakin menjangkau siswa. Semua lingkungan tersebut mendinamiskan motivasi belajar.

A. MOTIVASI BELAJAR
Menurut Dr. Dimyanti, Drs. Mudjiono, (2002:119) Motivasi Belajar, merupakan kegiatan sehari-hari bagi siswa sekolah. Kegiatan belajar tesebut ada yang dilakukan di sekolah, di rumah, di tempat lain seperti museum, perpustakaan, kebun binatang, sawah, sungai dan hutan. Ditinjau dari segi guru, kegiatan belajar siswa tersebut ada yang tergolong dirancang dalam desain instruksional. Kegiatan belajar yang termasuk rancangan guru, bila siswa belajar di tempat-tempat tersebut untuk mengerjakan tugas-tugas belajar sekolah. Disamping itu ada juga kegiatan belajar yang tidak termasuk dirancang guru. Artinya belajar karena keinginannya sendiri. Pengetahuan tentang “balajar, karena ditugasi” dan “belajar karena motivasi diri” penting guru dan colaon guru.

Motivasi Dan Pentingnya Motivasi.
Ketiga peristiwa tersebut menunjukan peranan siswa dan guru dalam kegiatan belajar. Peristiwa pertama, siswa segen belajar karena tidak mengetahui kegunaan mata pelajaran di sekolah. Siswa ini motivasi rendah, karena kurang memperoleh informasi. Peristiwa kedua motivasi belajar, siswa menurun karena gangguan ekstern belajar. Pada kedua peristiwa tersebut motivasi belajar menjadi lebih baik, setelah guru mengubah kondisi ekstern belajar siswa. Peristiwa ketiga siswa memiliki motivasi belajar tinggi, walaupun guru tidak membantu siswa, tetapi siswa mampu mengatasi gangguan dan hambatan belajarnya.
Pengertian motivasi.
Pada diri siswa terdapat kekuatan mental yang menjadi penggerak belajar. Kekuatan penggerak tersebut berasal dari berbagai sumber. Pada peristiwa pertama, motivsi siswa yang rendah menjadi lebih baik setelah siswa memperoleh informasi yang benar. Pada peristiwa kedua, motivasi belajar dapat menjadi rendah dan dapat diperbaiki kembali. Pada peristiwa tersebut pernan guru untuk mempertinggi motivasi belajar siswa sangat berarti. Pada peristiwa ketiga, motivasi diri siswa tergolong tinggi.
Ketiga hal ini disebabkan, karena didorong oleh kekuatan mentalnya. Kekuatan mental itu berupa keinginan, perhatian, kemauan, atau cita-cita. Jadi menurut ahli psikologi Siagian, (1989:79), menyimpulkan bahwa psikologi pendidikan yang menyebut kekuatan mental yang mendorong terjadinya belajar tersebut sebagai motivasi belajar. Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan, dan mengarahkan sikap perilaku dan perilaku individu belajar.
Ada komponen belajar utama dalam motivasi yaitu: (1) kebutuhan (2) dorongan (3) tujuan). Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidak keseimbangan anatara apa yang ia miliki dan ia harapkan.
Dorongan atau motivasi berkembang untuk memenuhi kebutuhan organisme. Kebutuhan orgnisme merupakan penyebab munculnya dorongan, dan dorongan akan mengaktifkan tingkah laku mengembalikan kesimbangan fisiologis dan organisme. Dari segi tujuan, maka tujuan merupakan pemberi arah pada perilaku. Secara psikologis tujuan merupakan titik akhir sementara kebutuhan pencapaian kebutuhan.
Pentingnya motivasi belajar bagi siswa dan guru.
Bagi siswa pentingnya diberikan motivasi belajar oleh guru adalah sebagai berikut: Menyadarkan kedudukan pada awal balajar, proses, dan hasil akhir.
Menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar yang dibandingkan dengan teman sebaya. Menerangkan kegiatan belajar. Membesarkan semangat belajar. Menyadarkan tentang adanya perjalanan dan kemudian bekerja.
Motivasi belajar juga penting diketahui oleh seorang guru. Pengetahuan dan pemahaman tentang motivasi belajar pada siswa bermanfaat bagi guru, manfaat itu sebagai berikut: Membangkitkan, meningkatkan, dan memelihara semangat siswa untuk belajar sampai behasil; membangkitakan apabila siswa kedapatan tak bersemangat; meningkatkan bila semangat belajarnya timbul tenggelam; memlihara bila semangatnya telah kuat untuk mencapai tujuan belajar.
Mengetahui dan memahami motivasi belajar siswa di kelas bermacam ragam; ada yang acuh tak acuh, ada yang tak memusatkan perhatian, dan ada yang bermain disamping yang bersemngat untuk belajar.
Meningkatkan dan menyadarkan guru untuk memilih satu diantara bermacam-macam peran seperti sebagai penasehat , fasilitator, instuktur, teman diskusi, penyemangat, pemberi hadiah untuk mendidik. Peran paedagogis tersebut sudah barang tentu sesuai dengan perilaku siswa.
Memberi peluang guru untuk unjuk bekerja rekayasa pedagogis. Tugas guru adalah membuat semua siswa belajar sampai berhasil.
Motivasi Dalam Belajar
Dalam perilaku belajar terdapat motivasi belajar, motivasi belajar tersebut ada yang intrinsik dan ekstrinsik. Penguatan motivasi belajar tersebut berada ditangan para guru atau pendidik dan anggota masyarakat lain. Guru sebagai pendidik memperkuat motivasi belajar selama minimal 9 tahun pada usia wajib belajar. Orang tua bertugas memperkuat motivasi belajar sepanjang hanyat. Guru juga bertugas untuk memperkuat motivasi belajar sepanjang hayat.
Seseorang akan melakukan sesuatu kalau ia mengharapkan akan melihat hasil yang memiliki nilai (volue) atau manfaat. Motivasi merupaka keadaan internal seseorang yang mendorong orang tersebut untuk melakukan sesuatu. Berbeda dengan teori-teori motivasi yang berdasarkan keadaan defisit pada diri seseorang, motivasi dijelaskan sebagai suatu dorongan untuk tumbuh dan berkembang. Motivasi berkaitan dengan keseimbangan atau equilibrium yaitu upaya untuk dapat membuat dirinya memadai dalam menjalani hidup ini. Dengan equilibrium dimaksudkan agar seseorang dapat mengatur dirinya sendiri, relatif “bebas” dari dorongan orang lain untuk menjadi lebih kompeten. Motivasi berkaitan dengan emosi sehingga dapat merupakan kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) untuk mempelajari sesuatu. Jenis motivasi seperti ini dikenal juga sebagai motivasi intrinsik lawanny adalah motivasi ekstrinsik.

B. BAHAN BELAJAR
Menurut (Harjanto (1996:220) Kalau kita mempelajari lebih dalam mengenai bahan materi pelajaran, maka kita akan dapat melihat adanya berbagai aspek yang antara lain konsep fakta, proses nilai ketrampilan, bahkan yang dapat sejumlah masalah-masalah yang ada kaitannya dengan kehidupan masyarakat.
Istilah-istilah tersebut pada garis besarnya ialah:
Konsep adalah: suatu ide atau gagasan suatu pengertian yang umum misalnya sumber kekayaan alam, yang terdapat diperbaharui.
Prinsip adalah: suatu kebenaran dasar sebagai titik tolak untuk berpikir atau merupakan sustu petunjuk untuk berbuat melaksanakan sesuatu.
Fakta adalah: sesuatu yang telah terjadi atau yang telah dikerjakan/dialami sendiri.
Proses adalah: serangkaian perubahan gerakan-gerakan perkembangan. Suatu proses terjadi secara sadar atau tidak disadari. Dapat juga merupakan cara melaksanakan kegiatan operasional.
Nilai adalah: suatu pola ukuran atau merupakan suatu tipe atau model. Umumnya nilai bertalian dengan pengakuan atau kebenaran dan bersifat umum, tentang baik atau buruk, misalnya hukum jual beli, hukum koperasi unit desa, BIMAS dan sebagainya.
Ketrampilan adalah: kemampuan berbuat sesuatu dengan baik. Berbuat dapat berarti secara jamaniah menulis berbicara dan sebagaianya dapat juga berarti rohani membedakan, menganalisis dan sebagainya. Biasanya kedua aspek tersebut tidak terlepas satu sama lain, kendatipun tidak selalu demikian adanya.
Aspek-aspek tersebut, perlu menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan bahan-bahan pelajaran untuk belajar dan rinciannya. Sesuatu satuan bahasan yang telah ditentukan perlu dianalisis lebih lanjut tentang konsep-konsep apa yang terkandung dalam topik tersebut, prisip-prinsip apa yang disampaikan dan seterusnya.
Prinsip-prinsip ini juga erat pertalian dengan tujuan instruksional khusus yang hendak dicapai. Sesuatu tidak mungkin kebanyakan berisikan sejumlah fakta dan erat kaitannya dengan penyampaian sesuatu ketrampilan. Dengan demikian guru harus bersifat kritis dan krisis. Jangan hanya terkait pada sub pokok bahasanyang tertera dalam GBPP saja. Guru perlu meneliti dan melakukan serangkaian pengayaan yang hendak dicapai.
Selain dari itu perlu ada perencanaan yang sistematis agar waktu yang tersedia dalam suatu semester untuk setiap bidang studi dapat dimanfaatkan secara optimal dan setiap pokok bahasan dapat dipelajari oleh para siswa sesuai dengan rencana. Atasa dasar itu penyusunan program dalam satuan-satuan kecil yang tercantum garis-garis besar program pengajaran merupakanm suatu mekanisme bagi dapat dilaksanakan program pengajaran kurikulum 94 secara efisien dan efektif.
Kriteria pemilihan bahan atau materi pelajaran untuk dipelajari. Materi atau bahan pelajaran barada dalam ruang lingkup isi kurikulum. Karena itu, pemilihan materi atau bahan belajar tentu saja sejalan dengan ukuran-ukuran kriteria yang digunakan untuk memilih isi kurikulum bidang studi yang bersangkutan. Kriteria bahan belajar akan dikembangkan dalam sistem instruksional dan yang mendasari penentuan strategi belajar mengajar yaitu: Kriteria tujuan instruksional.
Suatu bahan belajar dan pelajaran yang terpilih dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan instruksional khusus atau tujuan-tujuan tingkah laku. Karena itu, bahan tersebut supaya sejalan dengan tujuan-tujuan yang telah dirumuskan.
Perincian bahan pelajaran berdasarkan pada tuntutan di mana setiap Tujuan Instruksional Khusus telah dirumuskan secara spesifik, dapat diamati dan terukur. Ini berarti terdapat keterkaitan yang erat antara spesifikasi materi/bahan pelajaran.
Relevan dengan kebutuhan siswa. Kebutuhan siswa yang pokok adalah bahwa mereka ingin berkembang berdasarkan potensi yang dimilikinya. Karena setiap materi palajaran akan disajikan henaknya sesuai dengan usaha untuk mengembangkan pribadi siswa secara bulat dan utuh. Bebepa aspek diantaranya adalah pengetahuan sikap, nilai, dan ketrampilan.
Kesesuai dengan kondisi masyarakat. Siswa dipersiapkan untuk menjadi warga masyarakat yang berguna dan mampu hidup mandiri. Dalam hal ini bahan belajar dan pelajaran yang dipilih hendaknya turut membantu mereka memberikan pengalan edukatif yang bermakna bagi perkembangan mereka menjadi manusia yang mudah menyesuaikan diri.
Bahan belajar mengandung segi-segi etik. Bahan belajar atau pelajaran akan dipilih hendaknya akan pertimbangkan segi perkembangan moral siswa kelak. Pengetahuan dan ketrampilan yang bakal mereka peroleh dari bahan belajar atau pelajaran yang telah mereka terima diarahkan untuk mengembangkan dirinya sebagai manusia yang etik sesuai dengan sistem nilai dan norma-norma yang berlaku dimasyarakat.
Bahan belajar tersusun dalam ruang lingkup dan urutan yang sistematik dan logis.
Setiap bahan belajar atau pelajaran disusun secara bulat dan menyeluruh, terbatas dan ruang lingkupnya terpusat pada satu topik masalah tertentu. Bahan disusun secara berurutan dengan mempertingkan faktor pengembangan psikologis siswa. Dengan cara ini diharapkan bahan belajar atau pelajaran tersebut akan lebih mudah diserap oleh siswa dan dapat segera dilihat hasilnya.
Bahan belajar bersumber dari buku sumber yang baku, pribadi guru yang ahli, dan masyarakat.
Ketiga faktor ini perlu diperhatikan dalam memilih bahan belajar atau pelajaran. Buku sumber yang baku umumnya disusun oleh para ahli dalam bidangnya dan disusun berdasarkan GBPP yang berlaku kendatipun belum tentu lengkap sebagaimana yang diharapkan. Guru ahli penting sebab sumber utama adalah guru itu sendiri. Masyarakat juga merupakan sumber yang luas, bahkan dapat dikatakan sebagai bahan belajar yang paling besar.
Pengolahan bahan belajar menurut Dr. Dimyati & Drs. Mujiono (240), pegelolah belajar merupakan kemampuan siswa untuk menerima isi dan cara perolehan ajaran sehingga menjadi barmakna bagi siwa. Bahan pelajaran berupa pengetahuan, nilai kesusilaan, nilai agama, nilai kesenian, serta ketrampilan mental dan jasmani. Cara pemerolehan ajaran berupa cara-cara belajar sesuatu seperti bagaimana menggunakan kamus, daftar logaritma, atau rumus matematika. Kemampuan menerima isi dan cara pemerolehan tersebut dapat dikembangkan dengan belajar berbagai mata pelajaran. Kemampuan siswa mengolah bahan tersebut menjadi makin baik, bila siswa berpeluang aktif belajar. Dari segi guru, pada tempatnya menggunakan pendekatan-pendekatan proses, inkuiri ataupun laboratorium.

C. ALAT BANTU BELAJAR

Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka pencapaian tujuan belajar/pembelajaran. Sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan belajar alat mempunyai fungsi, yaitu alat sebagai perlengkapan, alat sebagi pembantu memudahkan usaha untuk mencapai tujuan dan alat sebagai tujuan.
Alat dapat dibagi menjadi dua macam yaitu: “alat dan alat bantu “ pembelajran. Yang dimaksud dengan alat adalah berupa suruhan, perintah, larangan dan sebaginya. Sedangkan alat bantu belajar dan pembelajaran adalah berupa globe, papan tulis, batu tulis, batu kapur, gambar. Diagram, slide, video dan sebagainya. Ahli lain membagi alat pendidikan dan pembelajaran menjadi alat material dan non material.
Alat material termasuk alat bantu audivisual di dalamnya. Penggunaan alat bantua audivisual dalam proses belajar dan pembelajaran sangat didukung oleh John Dwey (1963:71), salah satu tokoh aliran Realisme. Aliran realisme berasumsi bahwa belajar yang sempurna hanya dapat tercapi jika digunakan bahan-bahan audivisual yang mendekati realitas. Syaiful & Aswan (137) lebih baik banyak sifat bahan audivisual yang menyerupai realisasi makin mudah terjadi belajar. Karena, ada kecenderungan dari pihak guru untuk memberikan bahan pelajaran sebanyak mungkin dengan memberikan penjelasan yang mendekati realisasi kehidupan dan pengalaman anak didik.
Sebagai alat bantu dalam pendidikan dan pembelajaran, alat material audivisual mempunyai sifat sebagai berikut: (1) Kemampuan untuk mengingatkan persepsi; (2) Kemampuan untuk meningkatkan pengertian; (3) Kemampuan untuk meningkatkan transfer pengalihan belajar; (4) Kemampuan untuk memberikan penguatan (reinforcement) atau pengetahuan hasil yang dicapai; (5) Kemampuan untuk meningkatkan retesi (ingatan).
Dari uraian tersebut, jelaslah bahwa alat tidak bisa diabaikan dalam program pengelolahan pembelajran.
Sumber belajar adalah manusia, buku perpustakaan, keluarga, lingkungan, sejarah media pendidikan.
Media sebagai alat bantu dalam proses belajar dan mengajar mata pelajaran. Media merupakan suatu alat yang mempermudah untuk proses belajar dan mengajar baik siswa maupun guru. Oleh sebab itu sebaiknya dapat menjelaskan pengertian media.
1). Pengertian Media.
Kata media menurut Dr. Azhar Arsyad (1996:2—3), berasal dari bahasa Latin medius yang secara harafiah berarti tengah atau perantara atau pengatar. Pengertian media menurut Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain (136), Media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara hrafiah berarti perantara atau pengantar. Dengan demikian media merupakan wahana penyalur informasi belajar atau penyalur pesan.
Media adalah sumber belajar, maka secara luas media dapat diartikan dengan manusia, berbeda atau pun peristiwa yang memungkinkan anak didik memperoleh pengetahuan dan ketrampilan.
Proses belajar kehadiran media mempunyai arti yang cukup penting. Karena dalam kegiatan belajar dan mengajar tersebut ketidak jelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan bahan yang akan disampaikan kepada anak didik dapat disenderhanakan dengan bantuan media. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu guru ucapkan nelalui kata-kata atau kalimat tertentu. Bahkan keabstrakan bahan dapat dikonkritkan dengan kehadiran media.
Media Sebagai Alat Bantu.
Media sebagai alat bantu dalam proses belajar adalah suatu kenyataan yang tidak dapat pungkiri. Karena memang gurulah yang menghendakinya untuk membantu tugas guru yang menyampaikan pesan-pesan dan bahan pelajaran diberikan oleh guru kepada anal didik, terutama bahan pelajaran sukar untuk dicerna dan dipahami oleh setiap anak didik, terutama bahan pelajaran yang rumit atau kompleks.
Setiap bahan pelajran tentu memiliki tingkat kesukaran yang bervariasi. Pada satu sisi ada bahan pembelajran yang tidak memerlukan alat bantu, tetapi dilain pihak ada bahan pembelajaran yang sangat memerlukan alat bantu berupa media pembelajaran seperti globe, grafik, gambar dan sebaginya. Bahan belajar dengan tingkat kesukaran yang tinggi tentu sukar diproses oleh anak didik. Apa lagi bagi anak didik kurang menyukai bahan pelajaran yang ajarkan.
Anak didik cepat merasa bosan dan kelelahan tentu tidak dapat mereka hindari, disebabkan penjelasan guru sukar dicerna dan dipahami. Guru yang bijak tentu sadar bahwa kebosanan dan kelelahan anak didik adalah berpangkal dan penjelasan yang diberikan guru kesimpang siur, tidak ada fokus masalahnya. Hal ini tentu saja harus dicari jalan keluar. Jikalau guru tidak memiliki kemampuan untuk menjelaskan suatu bahan dengan baik, apa salahnya menghadirkan media sebagai alat membantu siswa untuk belajar dan membelajarkan peserta didik, guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelum implementasikannya.
Sebagai alat bantu belajar, media mempunyai fungsi melicinkan jalan menuju pencapaiannya tujuan pembelajaran. Hal ini dilandasi dengan keyakinan bahwa proses belajar dengan bantuan media mempertinggi kegiatan belajar anak didik dalam tenggang waktu yang cukup lama. Itu berarti kegiatan belajar mengajar anak didik dengan bantuan media akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih baik dari pada tanpa bantuan media.
Walaupun demikian, penggunaan media sebagai alat bantu tidak bisa sembarang menurut kehendak hati guru. Tetapi harus memperhatikan dengan mempertimbangkan tujuan. Media yang dapat menunjang tercapainya tujuan proses belajar dan pembelajaran tentu lebih diperhatikan. Sedangkan media yang tidak menunjang tentu saja harus disingkirkan jauh-jauh untuk sementara. Komptensi guru sendiri patut dijadikan penghitungan. Adakah mampu atau tidak, maka jangan mempergunakannya, sebab hal itu akan disia-siakan. Malahan bisa saja mengacaukan jalannya proses belajar.

Nilai dan Manfaat media pembelajaran
Media pembelajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam pengajaran yang pada gilirannya diharapakan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Ada dua alasan: Mengapa media pembelajaran dapat mempertinggi proses pembelajaran siswa? Yang pertama berkenaan dengan manfaat media pembelajaran siswa antara lain:
Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga menumbuhkan motivasi belajar.
Bahan pembelajaran akan lebih jelas meknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pembelajaran lebih baik.
Metode mengajar akan lebih baik bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan tidak kehabisan tenaga, apabila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran.
Siswa lebih banyak melakukan kegitan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.

Contoh sederhana, guru akan mengajarkan menggunakan berbagai media pembelajaran anatra gambar atau foto, akan lebih menarik bagi siswa dibandingkan dengan pelayanan cerita tanpa gambar.
Sementara itu guru lebih mudah mengatur dan memberi petunjuk kepada siswa apa yang harus dilakukannya dari media yang digunakannya, sehingga tugasnya tidak semata-mata memutarkan bahan melalui kata-kata ceramah. Penggunaan gambar dan fota dalam contoh di atas adalah salah satu cara alat bantu pembelajaran.
Mengapa media pembelajaran dapat mempertinggi proses dan hasil pembelajaran adalah berkenaan dengan tahap berpikir siswa. Tahap berpikir manusia mengikuti tahap perkembangan dimulai dari berpikir konkrit menuju ke berpikir abstrak, dimulai dari berpikir sederhana menuju ke berpikir kompleks. Penggunaan media erat kaitannya dengan tahapan berpikir tersebut, sebab melalui media pembelajaran hal-hal yang abstrak dapat dikonkritkan dan hal-hal yang kompleks disederhanakan.

D. SUASANA BELAJAR
Suasana belajar dipengaruhi tergantung oleh situasi dan kondisi, di mana setiap orang itu sendiri berada.
Dalam proses belajar siswa mempunyai keasratan untuk mempelajari segala sesutu baik secara intern maupun ekstern. Dalam mengimplementasikan kegiatan belajar dapat didukung dari suasana lingkungan dan kondisi pribadi peserta didik.
Ada beberapa faktor yang dapat menjadi pemdukung untuk suasana belajar. Faktor-faktor yang dimaksud adalah:
Lingkungan hidup: Jauh dari segala keramaian serta dapat didukung dengan peralatan seperti lampu, biaya, jangkaun kampus strategis.

Kepribadian siswa: Siswa yang pandai mengatur waktu untuk belajar dan untuk bermain, siswa cerdas, siswa yang berani bertanya kepada guru ataupun kepada orang yang dianggap berkompeten dan tidak terpengaruh dengan berbagai macam isu diterima dari teman sebaya.

Matrealis: Sumber buku lengkap, tidak ketinggalan materi pelelajaran, rajin hadir di kelas dll.
Suasana belajar yang didukung olah lingkungan hidup adalah di mana siswa melaksanakan kegiatan belajar dengan suasana aman dan kondusif, dan melengkapi segala fasilitas.



BAB IV
BELAJAR KONSEP

Dalam bab ini kita akan membahas hal utama pendidikan yang harus kita capai yaitu belajar konsep. Pentingnya belajar konsep, definisi konsep, serta berbagai macam konsep, perolehan konsep, penjelasan teoritis tentang belajar konsep, tingkat-tingkat pencapaian konsep, menentukan konsep yang akan diajarkan dan bagaimana merencanakan pelajaran, akan merupakan pokok-pokok bahasan dari bab ini.

MENGAPA BELAJAR KONSEP
Ratna Wilis Dahar (1988 : 95-117), Dapat kita membayangkan bila seorang tak mampu mengklasifikasikan atau mengelompokan peristiwa-peristiwa, obyek-obyek, dan kegiatan-kegiatan yang dijumpainya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu ada dua stimulus yang sama benar, orang itu akan paksa memberikan respon yang berbeda terhadap setiap stimulus yang diterimanya. Hal ini merupakan suatu beban yang berat bagi memori. Untuk terlibat dalam situasi demikian merupakan hal yang kompleks.
Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep-konsep merupakan batu-batu pembangun (building blocks) berfikir. Konsep merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Untuk memecahkan masalah, seorang siswa harus mengetahui aturan-aturan yang relevan dan aturan ini didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya.

Definisi dan berbagai macam konsep
Walaupun para ahli psikologi menyadari akan pentingnya konsep satu definisi yang tepat belum diberikan. Definisi-definisi yang diberikan dalam kamus, seperti “sesuatu yang diterima dalam pikiran” atau suatu “ide yang umum dan abstrak terlalu luas yang digunakan”.
Mungkin tidak ada satupun definisi yang dapat mengungkapkan arti yang kaya dari konsep atau berbagai macam konsep-konsep yang diperoleh para siswa. Oleh karena konsep-konsep itu merupakan penyajian-penyajian internal dari kelompok stimulus-stimulus, konsep itu tidak dapat diamati; konsepnya harus disimpulkan dari perilaku. Walaupun kita memberikan definisi verbal dari suatu konsep, suatu definisi tidak mengungkapkan semua hubungan antara konsep yang lain.
Macam-macam konsep yang kita pelajari tidak terbatas. Konsep panas sangat berbeda dengan konsep relativitas dalam beberpa dimensi. Para ahli menyarankan bahwa konsep-konsep dapat berbeda dalam tujuan dimensi yaitu:
Antribut, setiap konsep mempunya sejumlah antribut yang berbeda. Contoh konsep harus mempunyai antribut-antribut yang relevan; termasuk juga antribut-antribut yang tidak relevan. Contoh meja harus mempunyai suatu permukaan yang datar, sambungan-sambungan yang mengarah ke bawah yang mengangkat pemukaan itu dari lantai.
Struktur, menyangkut cara terkaitnya atau tergabungnya antribut. Ada tiga macam struktur yang dikenal. Konsep-konsep konjunktif adalah konsep-konsep di mana terdapat dua atau lebih sifat-sifat sehingga dapat memnuhi syarat sebagai contoh konsep. Seorang artis adalah seorang wanita yang main dalam film. Dua antribut yaitu wanita dan main dalam film harus ada agar dapat mewakili konsep artis. Konsep-konsep dijunktif adalah konsep-konsep di mana satu dari dua atau lebih sifat-sifat harus ada. Konsep paman merupakan konsep dijunktif. Paman merupakan kakak dari ibu atau ayah, atau orang pria yang menikah dengan kakak wanita dari ayah atau ibu. Konsep-konsep relasional menyatakan hubungan tertentu antribut2 konsep. Kelas sosial adalah suatu contaoh dari konsep relasional. Kelas sosial ditentukan oleh hubungan antara pendapatan, pendidikan, jabatan atau pekerjaan, dan faktor2 lainnya.
keabstrakan, konsep dapat dilihat dan kongkrit, atau konsep-konsep itu terdiri konsep-konsep lain. Suatu segitiga dapat dilihat keinginan adalah lebih abstrak.
Keinklusifan, (inclussivenss) ini ditunjukan pada jumlah contoh yang terlibat dalam konsep itu. Bagi seorang anak kecil, konsep kucing ditujukan pada seekor hewan tertentu yaitu kucing keluarga. Bila anak itu telah mengenal beberapa kucing lainnya. Konsep kucing akan menjadi lebih luas, termasuk lebih banyak contoh.
Generalitas atau keumuman, bila diklasifikasikan, konsep-konsep dapat berbeda dalam posisi superordinat atau subordinatnya. Konsep wortel adalah subordinat terhadap konsep sayuran, selanjutnya konsep sayuran subordinat terhadap konsep tanaman dapat dimakan. Makin umum suatu konsep makin banyak asosiasi yang dapat dibuat dengan konsep-konsep lainnya.
Ketepatan, suatu konsep menyangkut apakah ada kumpulan aturan-aturan untuk membedakan contoh dari non contoh suatu konsep. Kalusmeier (1977) di dalam Ratna Wilis B. Mengemukakan empat tingkat pencapaian konsep (concep atainment) mulai dari tingkat kongkrit ke tingkat formal. Konsep-konsep pada tingkat formal yang paling tepat sebab tingkat ini antribut-antribut yang dibutuhkan konsep dapat didefinisikan. Tingkatan-tingkatan kalusmeier ini akan dibahas lebih lengkap dalam bagian pengengembangan konsep.
Kekuatan (power), kekuatan suatu konsep ditentukan oleh sejauh mana orang setuju, bahwa konsep itu penting. Oleh karena itu berbagai macam konsep seperti telah dikemukakan di atas, sulit rasanya untuk samapi pada suatu definisi konsep. Menurut Roser (1984) di dalam R. Wilis, konsep adalah suatu abstrak yang mewakili satu kelas obyek2x kejadian2x kegiatan2x atau hubungan2x yang mempunya antribut2x yang sama. Oleh karena orang menglamai stimulus2x yang berbeda-beda, yang membentuk konsep sesuai dengan pengelompokan stimulus2x dengan cara tertentu. Karena konsep2x adalah abstraksi2x yang berdasarkan pengalaman, dan karena tidak ada dua orang yang mempunyai pengalan yang persis sama, maka konsep2x yang bentuk orang berbeda juga. Walaupun konsep2x kita berbeda, konsep2x itu berupa bagi kita untuk dapat berkomunikasi dengan menggunakan nama-nama yang kita berikan kepada konsep2x itu, yang telah kita terima bersama. Nama-nama atau kota-kata ini adalah simbol2x antribut digunakan untuk menyatakan konsep2x yang merupakan abstraksi internal itu. Nama-nama itu sendiri bukanlah konsep-konsepnya. Konsep kita siswa tidak akan berubah walaupun nama labelnya berbeda. Bila kita misalnya mensubstansikan nama lambang untuk siswa, kita akan berkata kambing-kambing dalam kelas akan memperjuangkan nasib kambing-kambing,tetapi konsep siswa akan sama. Secara singkat dapat kita katakan bahwa suatu konsep merupakan suatu abstraksi mental yang mewakili satu kelas stimulus. Kita menyimpulkan, bahwa suatu konsep telah dipelajari bila yang diajar dapat menampilkan perilaku-perilaku trtentu.
Perolehan konsep belajar, menurut Auseubel (1968) di dalam R. Wilis B, bahwa konsep diperoleh dengan dua cara yaitu pembentukan konsep dan asimilasi konsep.

Landasan Koseptual
Para ahli mengembangkan pemikiran dan penelitian yang membawa mereka kepada kesimpulan tenteng bagaimana proses belajar yang terjadi. Bagaimana kompleksnya peristiwa belajar sehingga tidak ada satu teori yang secara komprehensif dapat menjangkau seluruh persoalan. Pemikiran utama dari para ahli ini menjadi dasar bagi pengelolaan teori-teori tentang belajar. Acapklai ahli-ahli tersebut cara pandang sehingga dalam beberapa peraturan mereka sering di tempatkan pada aliran antara, misalnya R. Gagne satu literatur digolongkan sebagai aliran kognitif tetapi literatur digolongkan sebagai behaoviorist.
Aliran psikologi belajar yaitu: psikologi belajar asosiasi, bagi ahli aliran asosiasi belajar merupakan asosiasi atau hubungan antara stimulus–respons (S-R). Oraganisme bergerak disebabkan oleh adanya stimulus. Belajar dipahami sesuai pembentukan dan penguatan asosiasi. Teori belajar asosiasi dikembangkan oleh beberapa ahli yaitu:
Irvan Pavlov, seorang psikolog Rusia mengembangkan teori belajar stmulus–respons berdasarkan eksperimen pada binatang anjing. Dalam penelitian eksperimennya menemukan teori belajar yang dinamakan proses konditioning yang menghasilkan refleks yang berkondisian.
Skiner sebagai pengembang behaviorisme dan terprogram mesin pengajar. Ia berpandangan bahwa perilaku adalah gerakan dari suatu organisme yang kerangkanya diatur oleh dirinya atau oleh kekuatan dari luar. Belajar merupakan belajar respons dari orang yang belajar, dan perubahan disebabkan oleh proses pengkondisian. Ia menyimpulkan dari analisis hasil eksperimen. Skiner mengurutkan langkah-langkah sebagai berikut:
Berikan penguatan segera setelah siswa menunjukan respon terhadap suatu tugas, jangan menundanya sampai waktu yang lama.
Beri penguatan pada tahap awal ditunjukan pada respon yang benar.
Jangan berharap akan terjadi unjuk kerja yang sempurna pada kali pertama, demikian lebih baik guru berusaha untuk mengiring pebelajar kelangkah menuju tercapainya tingkat penguasaan. Akhirnya jangan sekali-kali memberi penguatan kepada perilaku yang tidak diinginkan.

Psikologi belajar Gestalt, menekankan pada bentuk yang terorganisasi (organized form) dan pola persepsi manusia.
David Asubel mengajar pada dasarnya berarti manipulasi proses belajar oleh luar untuk mengatakan hasil belajar. Ia berharap bahwa dengan mengetahui sebab-sebab suatu fenomena lambat atau cepat akan ketahui juga cara untuk mengotrolnya,. Sedangkan Gagne dan Bringgs berpendapat bahwa perencanaan pengajaran harus berdasarkan pengetahuan tentang bagaimana individu belajar agar diketahui bagaimana kondisi harus ditata.
Benyamin S. Bloom (1956:58) membahas kualitas pengajaran sebagai variabel adalah kualitas belajar yang mendefinisikan empat komponen yaitu: petunjuk arah atau tujuan belajar siswa, partisipasi (reiforment), penguatan umpan balik (feed back).
James H. Block, mengajukan konsep belajar “tuntas” berdasarkan pemikiran bahwa hampir semua siswa dapat mencapai penguasaan tuntas apabila pandangan disediakan kondisi belajar yang sesuai.
Pandangan dari bebrapa ahli tentang belajar konsep di atas dapat kita simpulkan bahwa seorang guru tidak asal saja memberikan pelajaran, akan tetapi dapat mengorganisir, mengontrol dan mengarahkan kepada peserta didik sehingga dapat memahami tentang belajar konsep yang sebenarnya serta mereka dapat praktekan mastery learning atau belajar tuntas.

Penjelasan Teoritis Tentang Belajar Konsep
Belajar konsep telah diteliti para ahli psikologi lebih dari enam puluh tahun. Sebagian besar dari eksperimen dilakukan dalam laboratorium dan pada umumnya mengenai pembentukan konsep-konsep. Subyek-subyek penelitian dihadapkan pada sejumlah stimulus yang mempunyai berbagai atribut. Subyek-subyek itu diharapkan membentuk konsep yang didasarkan pada hal-hal yang penting dari stimulus-stimulus.

Pendekatan perilaku:
Bagi para penganut teori perilaku, dasar belajar konsep, seperti juga bentuk-bentuk belajar yang lain ialah asosiasi stimulus dan respon. Perbedaan utama antatara belajar konsep dan belajar-belajar yang lain ialah dalam belajar konsep anak yang belajar memberikan suatu respon terhadap satu stimulus. Stimulus-stimulus itu berbeda dalam beberapa atribut, tetapi stimulus itu mempunyai satu atau lebih dari atribut yang sama. Tugas anak atau siswa ialah untuk mengasosiasikan atau respon dengan atribut-atribut yang sma diantara stimulus-stimulus itu.
Langkah pertama dalam pembentukan suatu konsep ialah untuk mengasosiasikan R1 pada S1. prinsip-prinsip conditioning seperti condiquitas reiforsemen akan mempengaruhi perolehan hubungan S-R ini. Kemudian anak itu dihadapkan pada S2. Jika R2 mempunyai atribut-atribut mirip dengan atribu-atribut dari S1 maka dapat dihasilkan R1. jika S2 - R1 diberi reinformen, maka hubungan itu diperkuat melalui asosiasi sejumlah stimulus dan mempunyai atribut yang sama dengan yang terdapat pada S1, maka anak akan belajar respons yang sama. Dan ini dianggap merupakan bukti terjadinya perolehan konsep.
Bagi para pengikut teori-teori perilaku, belajar konsep melibatkan perubahan-perubahan kuantitaif. Perubahan-perubahan itu terdiri atas (1) penambahan lebih banyak stimulus pada suatu respons yang sudah dipelajari, atau (2) peningkatan jumlah berbagai hubungan S—R.
Pada perilaku menekankan aspek-aspek yang dapat diamati dari situassi sebagai faktor-faktor tentang dalam belajar konsep. Beberapa penelitian menunjukkan, bahwa belajar konsep dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
Pola reinforsemen dan umpan balik. Dengan hanya menghadapkan subyek-subyek pada contoh-contoh satu konsep tanpa memberikan umpan balik, mempunyai sedikit efek pada penampilan mereka .
Jumlah contoh pasitiff dan negatif. Beberapa studi telah memperlihatkan, bahwa konsep-konsep lebih cepat dipelajari dari hal-hal positif berarti menyediakan contoh-contoh yang tidak memiliki atribut-atribut yang relevan yang akan mempertajam konsep-konsep.
Jumlah atribut-atribut. Makin banyak atribut-atribut relevan memiliki konsep, makin sulit konsep itu dipelajari.

Pendekatan kognitif:
Pendekatan-pendekatan kognitif tentang belajar memuatkan pada proses perolehan konsep-konsep, pada sifat dan konsep-konsep, dan bagaimana konsep-konsep itu disajikan dalam struktur kognitif. walaiupun para teoriawan kognitif memikirkan kodisi-kondisi memperlancar pembentukan konsep, penekanan mereka ialah pada proses-proses internal yang digunakan dalam belajar konsep-konsep. Menganai belajar menurut teori kognitif sudah banyak disinggung dalam bab-bab terdahulu.
Studi kognitif tentang perolehan kosep telah memperlihatkan beberapa penemuan sebagaian yang dapat dikemukakan di bawah ini.
Konsep-konsep konjunktif lebih mudah dipelajari dari pada konsep-konsep disjunktif atau konsep-konsep rasional. Banyak studi memperlihatkan bahwa suatu konsep yang memnghendaki adanya dua atau lebih atribut, lebih mudah dipelajari dari pada suatu konsep yang menghendaki salah satu atribut dari dua atau lebih atribut-atribut.
Belajar konsep lebih mudah dengan menggunakan paradigma lebih selektif dari pada paradigma reseptif. Penyajian persamaan contoh dan non contoh mengurangi tuntutan pada memori. Bila paradigma reseptif digunakan, pada subyek diperlihatkan atau contoh-contoh dari konsep, contoh dihilangkan, lalu stimulus yang lain disajikan. Subyek harus mengingat atribut-atribut dari contoh untuk dapat memberikan respon pada stimulus yang baru. Tetapi jika berbagai non contoh timbul, subyek mungkin lupa akan atribut-atribut dari contoh.
Beberapa pendekatan dewasa ini:
Semenjak tahun-tahun 6260an tampaknya ada satu pergeseran pada pendekatan-pendekatan dalam studi belajar konsep, terutama diantara ahli psikologi pendidikan. Perubahan ini disebabkan sebagaian dari tulisan J.B, Caroll. (1964:82), yang menekankan perbedaan-perbedaan antara belajar konsep dalam laboratorum dan belajar konsep di sekolah. Caroll, mengemukakan perbedaan-perbedaan dalam proses itu sebagai berikut: Kedua bentuk konsep berbeda dalam sifat. Konsep yang dipelajari di sekolah biasanya merupakan benar-benar suatu konsep baru, bukan suatu kombinasi buatan dari atribut-atribut yang dikenal.
Konsep-konsep yang dipelajari di sekolah tergantung pada atribut yang berupa konsep-konsep sulit. Lagi pula konsep-konsep biasanya besifat verbal, dan tidak dapat disajikan oleh benda-benda kongkrit.
Studi di laboratorium memberi penekanan pada belajar konsep-konsep konjunktif, yang sudah dibuktikan mudah untuk dipelajari dari pada konsep-konsep disjunktif atau konsep-konsep relasional.
Studi di laboratorium pada umumnya penekanan pada pendekatan-pendekatan pnduktif tentang belajar konsep-konsep, sedangkan sebagaian dari belajar konsep-konsep di sekolah dipelajari secara deduktif.
Dalam artikelnya Caroll, memberikan prosedur-prosedur bagaimana mengajar beberapa konsep, seperti studitour, turis, dan beberapa lainnya. Pendekatan yang digunakan disadarkan pada kombinasi tekni-teknik induktif dan deduktif. Ia menyarankan bahwa pendekatan kombinasi mungkin lebih baik dari pada penggunaan dari salah satu saja.
Artikel Caroll dan Gagne (1966), di dalam Ratna Wilis Dahar, menerbitkan edisi pertama dari bukunya yang berjudul “The Condition of Learning” buku ini lebih memberikan penekanan pada belajar konsep di sekolah dari pada belajar di laboratorium.
Menurut Gagne belajar merupakan satu bagian hirarki dari delapan bentuk belajar. Dalam hirarki ini, setiap tingkat belajar tergantung pada tingkatan-tingkatan sebelumnya. Hirarki Gagne disajikan dalam tabel di bawah ini!

Bentuk belajar Prosedur Contoh
1. belajar tanda signal

2. belajar stmulus respons.

3. Chaining

4. Asosiasi verbal.

5. Belajar diskriminasi

6. Belajar konsep konkrit.

7. a. Konsep terdefinisi

b. Aturan
8. Pemecahan masalah Konditioning klasik
Konditioning perent

Seri koneksi-koneksi R-S

Rantai-rantai verbal, tentang memberi nama objek-objek dan koneksi-koneksi kata-kat dan menjadi urutan verbal.

Menghasilkan respon yang berbeda pada stimulus-stimulus yang mirip.

Membuat respon yang sama pada stimulus dengan atribut yang mirip


a) Menggunakan konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnyauntuk memperoleh suatu konsep dan baru.

b) Memberikan respon pada suatu kelas stimulus-stimulus dengan satu kelas penampilan-penampilan.

Menggabungkan aturan-aturan untuk memcpai suatu pemecahan yang menghasilkan suatu aturan dengan tingkat lebih tinggi. Mata dikejepkan terhadap suatu suarasetelah suara dipasangkan dengan hembusan udara pada pada mata.
Belajar yang terjadi pada bayi untuk memegang botol susu.

Membuka pintu, terdiri atas (1) positioning kunci, (2) memasukan kunci, (3) memutar kunci, (4) membuka pintu.

Belajar Sumpah pemuda.

Membedakan dari ingkaran elips.

Respon sama tentang rumah terhadap berbagai ukuran dan bentuk gendung-gendung.

Saudara sepupu ialah anak laki-laki atau anak perempuan dari paman atau bibi.

Jarak sama dengan kecepatan kali waktu.

Menemukan langkah-langkah dalam membuktikan suatu teori dalam geometri.

Gagne menekankan bahwa dibutuhkan dua kondisi agar setiap bentuk belajar tejadi, yaitu kondisi internal dan kondisi eksternal. Dalam bukunya “Principles Of Intructional Design” (1988) Gagne menyarankan kondisi-kondisi berikut yang dibutuhkan untuk belajar konsep-konsep konkrit.

Kondisi internal:
Siswa harus dapat membedakan contoh suatu konsep dan non contoh suatu konsep. Jika digunakan instruksi verbal subyek sudah harus sebelumnya mempelajari nama verbal. Siswa harus mengingatkan kembali deskriminasi maupun nama kembali verbal.

Kondisi eksternal:
Isyarat-isyarat verbal merupkan cara-cara utama dalam mengajar konsep-konsep konkrit.
Kondisi-kondisi untuk mempelajari konsep terdefinisi menurut Gagne, di dalam Ratna Wilis Dahar, akan diberikan di bawah ini. Kondisi utama ialah siswa atau orang yang belajar harus sudak memiliki konsep-konsep yang meliputi konsep terdefinisi yang akan dipelajari.
Kondisi intrnal: untuk memperoleh konsep terdefinisi, siswa harus mengeluarkan komponen-komponen konsep itu yang terdapat dalam definisi, termasuk konsep-konsep yang menyatakan hubungan antara konsep-konsep.
Kondsisi seksternal: suatu konsep terdefinisi dapat dipelajari dengan menyuruh para siswa mengamati suatu demonstrasi. Latihan-latihan di laboratorium dalam pelajaran fisika banyak yang menunjukkan bagaimana para siswa memperoleh kopnsep definisi misalnya satu demonstrasi mengenai konsep massa. Tetapi kerap kali konsep terdefinisi “didemonstrasikan” melalui definisi yang dinyatakan secara verbal. Untuk konsep massa misalnya guru memberikan definisi. Massa ialah sifat yang menentukan aselerasi (percepatan) yang diberikan pada suatu benda oleh gaya tertentu. Secara ideal sebenarnya, suatu peilaku yang menunjukkan dimilikinya konsep ini, ialah menentukan berbagai benda dengan massa yang berbeda, ditunjukan oleh berbeda dalam akselerasi yang dihasilkan oleh gaya yang sama. Tentunya secara kuantitatif, hubungan proposional antara massa dan akselerasi seharusnya demonstrasikan sesuai dengan hubungan : a=f/m. (a = akselerasi, f = force (gaya), m = massa).


B. TINGKATAN-TINGKATAN PENCAPAIAN KONSEP.

Pengembangan konsep-konsep mulai dari satu seri tingkatan. Tingkat-tingkat itu mulai dengan hanya mampu menunujukkan suatu contoh dari suatu konsep hingga dapat sepenuhnya menjelaskan atribut-atribut konsep. Kita dapat mencapai tingkat yang sama. Sebagian besar kita dapat menjelaskan secara sempurna atribut-atribut dari konsep buku. Walaupun penjelasan-penjelasan kita berbeda, kita masih dapat mengkomunikasikan definisi yang adekuat pada orang lain. Mungkin kita pernah mengalami, waktu seseorang menanyakan konsep kita tentang suatu kata, kita dapat menghubungkan kata itu pada konsep-konsep yang lain, atau menggunakannya dalam suatu kalimat, tetapi tidak dapat mendefinisikannya secara formal. Kita mencapai konsep-konsep pada tingkatyang berbeda.
Teori Klausmeier (1977) yang dikembangkan oleh Ratna Wilis Dahar yang menghipotesiskan bahwa ada empat tingkat pencapaian konsep. Tingkat-tingkat ini muncul dalam urutan yang invarian. Orang sampai pada pencarian tingkat tertinggi dengan kecepatan yang berbeda-beda, dan ada konsep-konsep yang tidak pernah tercapai pada tingkat yang paling tinggi. Konsep-konsep yang berbeda dipelajari pada usia-usia yang berbeda. Dari teori perkembangan Piaget kita mengetahui bahwa anak-anak yang masih kecil baru dapat belajar konsep-konsep konkrit, sedangkan konsep-konsep yang lebih sulit atau lebih abstrak dipelajari setelah mereka besar.
Empat tingkatan pencapaian menurut klausmeier adalah tingkat konkrit, tingkat identitas, tingkat klasifikatori (classificatory), tingkat formal. Ia menerapkan tingkatan-tingkatan ini hanya pada konsep-konsep yang mempunyai lebih dari satu contoh, yang mempunyai contoh-contoh yang dapat diamati, dan wakil-wakil (representations) dari contoh-contoh, dan konsep-konsep ini didefinisikan dalam atribut-atribut. Konsep-konsep rasional dan konsep lain mungkin mempunyai hanya sebagai dari kualitas-kualitas ini, jadi mungkin konsep-konsep itu mengikuti pola pencapaian yang berbeda. Tetapi, konsep-konsep yang diajarkan di sekolah pada umumnya memenuhi persyaratan yang dikemukakan oleh Klausmeier. Uraian tergantung empat tingkat pencapaian konsep klausmeier diberikan di bawah ini.

Tingkat konkrit.
Kita dapat menyimpulkan, bahwa seorang telah mencapai konsep pada tingkat konkrit, apabila orang itu mengenal suatu benda yang telah dihadapi sebelumya. Seorang anak kecil yang pernah memperoleh kesempatan bermain dengan mainan, dan ia membuat respons yang sama waktu ia melihat mainan itu kembali, telah mencapai konsep tingkat konkrit.
Untuk mencapai tingkat konkrit, siswa harus dapat memperhatikan benda itu dan dapat membedakan benda itu dari stimulus-stimulus yang ada pada lingkungannya. Selanjutnya ia harus menyajikan benda itu sebagai suatu gambaran mental dan menyimpan gambaran mental itu.

Tingkat identitas.
Pada tingkat identitas, seorang akan mengenal suatu obyek (a) sesudah selang suatu waktu, (b) bila orang itu mempunyai orientasi ruang (spatial orientation) yang berbeda terhadap obyek itu, (c) bila obyek itu ditentukan melalui suatu cara indera (sensi modality) yang berbeda misalnya, mengenal suatu bola dengan cara menyentuh bola itu bukan dengan melihatnya. Untuk mencapai konsep tingkat konkrit yaitu: memperhatikan, mendiskriminasi dan mengingat siswa harus mengadakan jeneralisasi untuk mengenal bahwa dua atau lebih bentuk yang identik dari benda yang sama adalah anggota dari kelas yang sama.

Tingkat klasifikatori.
Pada tingkat klasifikatori siswa mengenal persamaan (equivalence) dari dua contoh yang berbeda dari kelas yang sama. Walaupun siswa itu tidak dapat menentukan kriteria atribut maupun menentukan kata yang dapat mewakili konsep itu, ia dapat mengklasifikasikan contoh-contoh dan noncontoh-noncontoh dari konsep sekalipun contoh dan moncontoh itu mempunyai banyak atribut yang mirip.

Tingkat formal.
Untuk mencapai konsep pada tingkat formal, siswa harus dapat menentukan atribut yang membatasi konsep. Kita dapat menyimpulkan bahwa siswa dapat mencapai suatu konsep pada tingkat formal, bla siswa itu dapat memberi nama konsep itu dan mendefinisikan konsep itu dalam atribut kriterianya mendeskriminasi dan memberi nama atribut yang membatasi dan mengevaluasi atau memberikan secara verbal contoh-contoh dan non contoh dari konsep.
Rangkumannya adalah bentuk konsep mengijinkan kita untuk mengatur dan menyederhanakan lingkungan kita. Konsep-konsep merupakan dasar-dasar untuk berpikir, untuk belajar aturan-aturan, dan akhirnya untuk memecahkan masalah. Tanpa konsep-konsep tak mungkin kita mengajar.
Pendekatan belajar konsep menurut teoriawan-teoriawan belaku dan teoriawan-teoriawan kognitif berbeda. Pendekatan perilaku menekankan prosedur kondisi, sedangkan pendekatan kognitif menghubungakan belajar konsep pada struktur kognitif.
Sekarang kita mnegenal pendekatan-pendekatan belajar konsep menurut Ausubel, Caroll, Gagne, dan beberapa peneliti lainnya. Pendekatan- Pendekatan ini menerangkan berbagai cara untuk perolehan konsep, melalui formasi konsep dan asimilasi konsep. Penelitian-penelitian dewasa ini lebih memusatkan pada belajar konsep dalam kelas dari pada belajar konsep di laboratorium.
Guru hendaknya menentukan konsep- konsep yang diajarkannya pada para siswa, tingkat-tingkat pencapaian konsep yang diharapkan dari para siswa, dan metode mengajar yang akan digunakan. Pengetahuan tentang perkembangan kognitif dan perkembangan bahasa akan menolong dalam membuat keputusan-keputusan ini. Analisis konsep dapat digunakan merencakan pengajaran, dan untuk menentukan apakah para siswa telah mencapai konsep-konsep pada tingkat yang sesuai. Pencapai konsep memperlancar belajar melaui proses-proses transfer.


KESIMPULAN

Sepanjang kehidupannya manusia tidak pernah terlepas dari kegiatan belajar. Belajar mempunyai jenis yang sangat beragam mengambil ruang diberbagai tempat dalam format pendidikan formal maupun informal dengan tingkat kompeksitas yang berbeda mulai dari yang sederhanan samapai dengan yang canggih.
Para ahli mencaba menggolongkan jenis-jenis belajar ke dalam kategori-kategori. Bloom membaginya dalam kategori domain atau ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Masing-masing dibagi lagi ke dalam tingkatan yang bersifat hirarkis. Gagne membagi jenis-jenis menjadi lima kategori yaitu: belajar cakap intelektual, infornasi, strategi kognitif, belajar sikap dan belajar kecakapan motorik. Kalau bloom membuat klasifikasi terutama untuk menyusun alat evaluasi maka Gagne menyusunnya terutama untuk memudahkan merangsang kondisi yang sesuai dengan sifat jenis belajar sehingga proses belajar dapat efektif. Kategori belajar yang mutakhir dibuat oleh komisi Delors dari unesco yang membagi pelajaran ada empat kategori yang mereka sebut sebagai pilar. Empat pilar adalah “belajar pengetahuan, belajar berbuat, belajar hidup bersama harmonis, belajar mengaktualisasi diri.
Belajar juga dikaitkan dengan konsep kompetensi yang berarti kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu. Untuk berbagai pekerjaan dan profesi diperlukan kompetensi yang bersifatnya gerak-gerik yang melintas batas disiplin ilmu namun ada pula kompetensi khusus sesuai dengan sifat khusus dibidang studi atau dibidang pekerjaan masing-masing.
Ada pula tidak mudah menetapkan standart kompetensi lebih-lebih untuk pekerjaan yang hasilnya tidak segera terlihat dan yang sifatnya sangat kompleks. Kompetensi merupakan usaha gabungan yang diberbagai energi dan potensi yang ada pada seseorang. Belajar juga acapkali dihubungkan tugas pengembangan seseorang yakni kecakapan yang diharapkan oleh lingkungan sosial untuk dapat dikuasai ditunjukan oleh individu pada tahap perkembangan tertentu.


DAFTAR KEPUSTAKAAN
Azhar Arsyad 2002. Media Pembelajaran, Jakarta Rajawali Pres.
Caroll. J.B, 1964. Laguage And Thought.Englewoot Cliffs, N.J. Prentice-Hall
Bloom Benyamin S.Et Al. 1956. Taxonomi Of Educational Objectives David Mcky Comp. Inc Ny.
Dahar, Ratna Wilis, Terori-Teori Belajar. Jakarta Erlangga, 1989.
Dimyanti, Drs. Mudjiono, 2002:119 Perencananaan Pengajaran Rineka Cipta Jakarta.
Gagne Robert, M,, The Conditions Of Learning 1979 Holk Renehartand Winston, New York.
Harjanto, 1996. Perencanaan Pengajaran, Rineka Cipta, Jakarta.
Nana Sudjana, 2002 .Media Pengajaran IKIP Bandung
Paul Suparno, 2001 Teori Perkembangan Konitif Jean Pieget Kanisius.Yogyakarta.
Pieget J. & Inhelder B. 1969, (H. Weaver, Trans) Besic Books.
Ratna Wilis Dahar, 1988 Teori-Teori Belajar, Jakarta Gelora Aksara Pertama.
S. Nasution, 1968. Asas-Asas Kurikulum Jakarta Bumi Aksara
Syaiful B. Djamarah & Aswan Zain, 2002 Strategi Belajar Mengajar Rineka Cipta, Jakarta.
Siagian, Sp. 1989. Teori Motivasi Dan Aplikasinya, Jakarta Binan Aksara.
Dwey John, 1963. The Child And The Curriculum And The School And Society, Phoenix Bookss, The University Of Chicago Pres.
Winkel, Ws. 1987. Psikologi Pengajaran. Jakarta Gramedia,

SEKTE INTELEK YANG TERPELAJAR SKEPTISME TERHADAP MEMPECAYAI MUJIZAT ALLAH

Tantangan Untuk Menyangkali Aktivitas Supernatural

Pendahuluan

Menurut David Copperfield yang bisa melakukan keajaiban terbang dan lainnya mengakui bahwa semuanya itu merupakan menipulasi secara teknik dan ilusi optik mengelabui pandangan mata. Dia mengakui sendiri tidak menggunakan kuasa supernatural, tetapi natural semata. Hasil penelitian, hasil usaha bertahun-tahun. Ini berbeda degan klaim mujizat dalam Alkitab yang bersifat supernatural.
Hanya dalam iman Kristen mujizat merupakan faktor integral misalnya kelahiran dan kebangkitan Yesus. Dalam agama lain mujizat tidak integral dikesampingkan pun utuh. Tetapi di dalam Kristen jikalau mujizat ditinggalkan maka semunya runtuh. Tetapi itulah yang tidak ditiadakan siapapun dari dulu hingga kini. Tanpa mujizat kepercayaan Budhis, Hindiuis dan lainnya utuh; tidak percaya mujizat, maka kolapslah Kristen. Kristen adalah kabar baik mujizat pengampunan dosa oleh penebusan yang ditandai kebangkitan Kristus.
Setiap bentuk skeptisme terhadap mujizat merupakan penggerongotan fondasi iman Kristen. Karena itu skeptisme terhadap mujizat harus dikikis sampai keakarnya..
Skeptisme Terhadap Mujizat Dilema Skeptis Apakah sebabnya seorang mengakui adanya Allah tetapi meyangkali kemungkinan terjadinya mujizat? Ini yang disebut sebagai orang yang “ingin memakan sekaligus tetap memegang kukisnya”. Sebetulnya mujizat tidak menjadi persoalan jikaklu Allah tidak ada. Tetapi karena Dia ada, pernyataan logis yaitu: apakah Dia aktif dalam semesta? Apakah aktivitasnya terbatas yang natural, ataukah mencakup yang supranatural luar biasa? Dalam karya tulisan ilmiah ini berbicara tentang mujizat seorang intelek terpelajar naturalis melawan mujizat yaitu dengan berusaha membuktikan tidak ada Allah! Karena eksisnya Allah merupakan fondasi mujizat yang sebenarnya.Empat Posisi Tentang Mujizat Sebenarnya hanya ada empat posisi tentang mujizt Atheisme penyangkalan mujizat yang diprediksi pada tidak eksisnya pembuat mujizat.Deisme penyangkalan mujizat yang diprediksi pada Allah tanpa intervensi dalam semesta Theisme mengakui kemungkinan adanya mujizat karena semesta terbuka terhadap aktivitas supranatural Allah.Saintisme penyangkalan mujizat karena menganggap sains bersifat mahatahu serta bisa menjelaskan segala. Kebanyakan penyangkalan mujizat termasuk pihak saintisme diistik kelaupun Allah ada Dia tidak mencampuri urusan di bumi. Lebih lagi sains yang mahatahu dapat menjelaskan segala.


Penyangkalan Miskin Bukti

Tetapi asumsi saja merupakan iman tanpa dasar. Karena itu seorang yang skeptis terhadap mujizat harus membuktikan beberapa hal tentang mujizat sebelumya skeptisme absah yaitu:
1. Mujizat adalah mustahil secara logika
2. Selanjutnya, mujizat adalah mustahil secara aktul dan
3. Mujizat tidak pernah terjadi secara aktual.
Rupanya pembuktian hal-hal sedemikian itulah yang mustahil dan bukan sebaliknya.
Skeptisme mengasumsi terlalu berlebihan walaupun miskin data . Bisa saja seorang mengetahui dengan pasti bahwa tidak ada mujizat? Bagaimanakah mungkin dia sedemikian kemahatahuannya? Lagi pula sikap dogmatis itu sendiripun tidak ilmiah. Karena sains hanya mengobservasi yang reguler? Bagaimanakah memprediksi mujizat yang tidak reguler? Dari sisi Kristen tidak anti akal, tetapi iman yang diserti pemahaman, sekaligus pemahaman yang beriman. Karena itu rumusan definisi mujizat sangatlah vital. Dan pandangan Kristen mengakui bahwa mujizat bukan pikiran manusia biasa, malainkan idealis absolut Allah sendiri yang manifestasikan secara langsung tanpa kesadaran manusia.

Dilarang Keras Untuk Mendefinikan Mujizat Allah

Mujizat Intervesi Allah Tanpa Membatalkan Hukum Alam
Definisi keliru: Enurut Humne mendefinisikan mujizat secara keliru sebagai pembatalan hukum alam. Tetapi jikalau terbukti bahwa mujizat tidak membatalkan hukum alam maka teori dan dikritikannya terhadap mujizat gugur dengan sendirinya.
Unsur supranatural: dalam Perjanjian Baru istilah mujizat berasal dari iatilah Dunamisme “( karya Kuasa )” dan Semeion atau “tanda”. Sebuah mujizat adalah intervensi illahi di dalam atau terhadap operasi regulaer dunia yang memproduksi sebuah kejadian dengan tujuan tertentu dalam bersifat luar biasa sebab tidak bisa terjadi dengan cara lain”
Menurut Holland memberikan definisi mujizat yang menarik, mujizat adalah:
1. Pasti secara empiris (sungguh terjadi) ;
2. Mustahil secara konseptual (tidak bisa dijelaskan tanpa penjelasan lebih tinggi dari pengalaman);
3. Mujizat tidak bisa dijelaskan oleh istilah ilmiah saja tetapi bisa secara religius.
Bolehkah kita katakan bahwa sebuah mujizat merupakan peristiwa yang demikian ajaibnya, sehingga dengan mempertimbangkan semua faktor yang ada maka penjelasan yang paling tepat Allah intervensi secara langsung.
Hukum Alam Tidak Batal : jikalau hukum alam bersifat reguler teratur, mujizat bersifat ireguler (tidak teratur) sebagai tindakan spesifik Allah yang lebih besar dari semesta ini. Walaupun tidak teratur ( karena itulah disebut mujizat ), Dia tidk melawan dan tidak membatalkan hukum alam. Bisa saja yang kita sebut mujizat bukanlah penangguhan hukum alam, tetapi penambahan super atau sebagai sesuatu yang tidak umum tersebut. Yang harus diingat yaitu seorang Kristen tidak mengartikan mujizat sebagai pembatalan atau pelanggaran hukum alam, tetapi sebgaia fenomena kejadian unik tanpa anologi.
Membedakan Kejadian Dan Sigfikan : Sebagai kejadian historis, mujizat mempunyai signifikan, bakan lebih dari kejadian lainnya. Karena kejadian unik justru lebih signifikan dari kejadian reguler. Barang kali kelahiran yang hanya sekali, lebih signifikan dari kunjungan anak yang sering kali teratur. Yang pasti signifikan tidak ketentuan frekwensi kejadian tanpa sifat kejadian. Demikianlah mujizat-mujizat Yesus disebut semeia (tanda) yang menunjuk pada signifikan klaim-klaimnya.
Teolog eksistensialis, liberal dan Neo Orthodoks salah menyamakan signifikan dengan kejadian unik kebangkitan. Kita mau menekankan bahwa signifikan Yesus hidup dalam hatiku adalah sangat strategis. Tetapi itu hanyalah dimungkinkan oleh mujizat kebangkitan Yesus, bangkit secara tubuh dari kematian.

Mujizat Bukan Keajaiban Natural Tetapi Supranatural

Mujizat lebih bersifat sebuah karya langkah oleh kuasa supranatuaral yang menunjukan pada sebuah fakta penting. Walaupun demikian jangan lupa bahwa sifat luar biasanya mujizat yang kita maksudkan bukan keajaiban alam natural tetapi keajaiban supranatural.
Karena kita tidak menolak definisi kamus yang mengatakan bahwa mujizat membatalkan hukum alam. Kamus Webster New word dictionary, misalnya mengartikan mujizat sebagai : 1. sebuah kejadian atau tindakan yang kelihatannya kontradiksi dengan hukum-huum alamiah yang diketahui; 2. sebuah hal luar biasa. Memang luar biasa tetapi kontra hukum alam atau hukum sains tentu saja tidak.
Justru karena kita mempercayai regularitas hukum alam maka kita mempercayai mujizat. Jikalau tidak ada hukum alam mana ada pengecualian supra alam atas alam? Atheis, Pantheis, dan Animis tidak mempercayai mujizat, karena Atheis tidak mempunyai Allah supra alam untuk menjadi pembuat mujizat; allah Pantheis tidak bisa karena dia identik dengan seluruh alam ini; dan allah Animis alam ini. Atheis dan Animis tidak mempunyai allh di luar alam Pantheis tidak mampunyai alam di luar Allah. Karena itu mereka tidak berbicara tentang mujizat dalam arti yang sebenarnya.

Mujizat Allah Tidak Perlu Meminta Ijin Pada Sians

Beberapa asumsi kosong bahwa sains telah lama mengubur mujizat. Sekarang kita bertanya sains yang mana? Bagaimana caranya? Siapa yang membuktikannya? Dan kapan pembuktian itu diadakan? Tidak ada yang bisa menjawab dengan pasti satupun pertanyaan tersebut. Malah sikap demikian itulah yang bukan merupakan sains.
Kedua sains sudah berhasil menyingkapkan banyak rahasia. Memang sains menerangkan rahasia petir dan guntur misalnya, tetapi tidak bisa menjelaskan asal usul manusia, semesta dan kebangkitan Yesus, karena sains terbatas.
Ketiga benteng utama sains skeptis yaitu : munizat mengkotradiksi sains. Artinya kelahiran Yesus dari anak darah lainnya mustahil. Tetapi hukum sains merupakan jeneralisai hasil observasi kejadian reguler. Sains tidakl berkompetensi meramal yang biasa dan tidak bisa terjadi. Selanjutnya Sins tidak berkompetensi untuk melarang pengecualian pada alam.
Mujizat juga merupakan pengecualian! mengapa boleh terjadi pada hukum bantuan manusia, tetapi tidak pada hukum alam yang hukumNya juga? Bukan lagi iman yang picik, justru ilmu tertutup yang picik. Peristiwa supra alam tidak mengkotradiksi kejadian alam. Sains hanya menunjukan agen-agen yang beroperasi di alam tetapi tidak bisa menunjukan yang beroperasi di luar alam.

Mujizat Bukan Kreasi Sejarahwan Dan Sains

Berikut ini adalah pihak-pihak yang tidak berkompetensi sah tidaknya mujizat
1. Sejarahwan mempelajari sejarah masa lampau tidak berkompeten meramal dan menentukan apa yang boleh dan tidak boleh terjadi. Sejarahwan hanya berkompeten menguji data masa lampau guna menentukan apakah laporan mujizat otentik atau palsu. Tetapi penentuan bisa atau tidaknya mujizat merupakan tritorial filsafat bukan sejarah.
2. Ilmuwan hanya memutuskan hasil observasi hal-hal empiris yang reguler repretitf merumuskan bukan jeneralisasi. Dia tidak berkompetensi menentukan apa yang bisa dan tidak bisa terjadi. Meramal bukan bidang sains, kalau mau dikatakan agama pun, penujuman adalah agama palsu alias perdukunan.
Para ilmuwan perlu mendengar peringatan profesor Wolfhart Pannenberg dari Universitas Munich, sehubungan dengan kebangkitan Kristus bahwa soal apakah sesuatu terjadi atau tidak terjadi pada waktu tertentu beribu tahun yang lalu hanyalah bisa ditentukan oleh argumentasi (bukti historikal).
Sejak Einstein, tidak seorang modernpun berhak mengecualikan kejadian-kejadian karena pengetahuan awal tentang “hukum alam”. Satu-satunya jalan untuk mengetahui kalau sebuah peristiwa bisa terjadi yaitu dengan menyelidiki data kalau-kalau itu sudah terjadi. Problem mujizat harus dibbereskan dalam bidang penelitian sejarah, bukan dibidang spekulasi filsafat. Kini perlu kiranya kita memahami antidot skeptisme terhadap mujizat.

Antidot Skeptisme Konsistensi Logis Dan Iman & mujizat
1. Allah ada, dan Allah bisa melakukan yang mungkin secra logis.
2. Mujizat adalah sesuatu yang mungkin secara logis.
3. Karena itu, secara logis Allah bisa membuat mujizat.
4. Yang pernah terjadi secara aktual bersifat mungkin saja terjadi lagi secara aktual.
5. Sebuah mujizat telah terjadi secara aktual (mis. Penciptaan semesta, kebangkitan).
6. Karena itu sebuah mujizat sesungguhnya mungkin terjadi secara aktual.
Konsisten dengan poin pertama Allah, ada seorang Kristen bersikap terbuka terhadap mujizat kalau sudah terjadi dan tidak menyangkali jikalau akan terjadi lagi. Apakah sikap seperti itu irasional? Tentu saja tidak. Lebih bersikap transrasional, tetapi tidak irasional. Seorang Kristen tidak berfikir kurang dari itu, maupun berlebihan dari itu. Berpikiran demikian tidak bekampungan, tidk juga melawan logika, tetapi konsisten dengan teori nalaran yang sah.
Karena itu boleh dikatakan bahwa asumsi non eksistesi mujizat lebih bersifat komitmen filsafat dari pada pembuktian ilmiah. Lebih bersifat iman dari pada ilmu.


Penjelasan Konsistensi Logis Iman Dan Mujizat

Beberapa poin antidot terhadap skeptisme di atas kita perhatikan dengan agak rinci.
Allah bisa melakukan apapun yang logis
Pendapat ini sah karena pertimbangan berikut:
1. Allah bisa melakukan apa pun yang mungkin.
2. Apapun yang logis adalah mungkin.
3. Karena itu, Allah bisa melakukan apapun yang secara logis.
Allah mahakuasa, mujizat tidak kontradiksi konsep ini, tetapi sebaliknya,
mengaktualisasikan konsep tersebut. Dia bisa melakukan segala yang logis asal tidak kontradiksi hakekatNya. Dia tidak bisa membuat dosa. Dia tidak bisa membuat segitiga yang persegi empat. Ataupun membuat batu terlalu besar yang tidak kuat diangkatNya sendiri. kemahakuasaanNya dibatasi hakekatNya.
Mujizat menentang logika. Mujizat masih termasuk dalam teritori kemahakuasaanNya. Karena itu Allah bisa melakukan apapun yang tidak melawan logika termasuk mujizat.

Mujizat Adala Sebuah Kemungkinan Logis

Posisi ini sah karena alasan-alasan sebagai berikut:
1. Adapun yang tidakmemperkosa hukum non kontradiksi merupakan kemungkinan logis.
2. Sebuah mujizat tidak memperkosa huku non kontradiksi.
3. Karena itu, mujizat merupakan sebuah kemungkinan logis.
Ketika sebuah mujizat terjadi, hukum alam tidak berhenti beroperasi, hanya ditambahi sesaat oleh penguasa yang membuat hukum-hukum tersebut. Jikalau polisi lalulintas memerintakan kendaraan berjalan pada lampu merah bukan merupakan penghapusan hukum berlalu lintas, tetapi pengecaualian sementara hukum tersebut oleh kepentingan yang lebih tinggi. Hukum gravitasi tidak dibatalkan mana kala sebuah obyek menempel pada magnet. Kekuatan magnetis tidak membtalkan hukum gravitasi, tetapi sekedar mengatasinya saja.
Kadang mujizat mempercepat proses alami. Banyak mujizat sekedar bersifat mempercepat sebuah proses alami. Semacam jalan sepintas terhadap yang biasa dilakukan alam secara reguler. Misalnya penyembuhan, air menjadi anggur, kebangkitan, dan lainnya. Artinya mujizat justru berkaitan dengan hukum alam, dan jangan dipandang sebagai pemerkosaan hukum alam, tetapi penambahan atau pengatasian sementara terhadap hukum lam. Jadi, bagi Allah mujizat adalah sebuah kemungkinan logis.

Hukum Alam Bisa Diatur

Hukum alam tidak bersifat preskriptif tetapi deskriptif. Dia menjeneralisasi hasil observasi. Dia bukan ‘sesuatu” tetapi merupakan penjelasan tentang sesuatu. Hukum alam tidak menciptakan, tetapi merupakan deskripsi alam. Paul Little mengingatkan bahwa “hukum-hukum tidak menciptakan sesuatupun dalam artian sama dengan Allah menciptakan segala. Hukum-hukum itu hanya menjelaskan hal-hal yang sudah ada”. C.S. Lewis menambahkan bahwa “kita terbiasa berbicara seakan-akan (hukum-hukum alam) menjadi peristiwa pencipta yang ada, tapi mereka tidak menciptakan satupun kejadian yang sama sekali. Hukum gerak tidak menjadikan bola biliar bergerak, dia hanya menganalisa gerak setelah sesuatu yang lain menggerakan bola tersebut”.
Hukum alam tidak iman. Dia tidak kebal terhadap campur tangan penciptanya. Dia bisa mengalami pengecualian. Dia bukan sistem tertutup, tetapi terbuka. Hukum alam merupakan kemungkinan statistik rata-rata mengenai perilaku alam. ini sama saja dengan mengatakan bahwa hukum alam merupakan jeneralisasi dia bukan “hukum” dalam artian preskriptif, tetapi sekedar pola-pola observatif. Mujizat hanyalah “sebuah peristiwa yang tidak mengkomfirmasi hukum alam yang biasanya mendeskripsi realita. Hukum alam walaupun teratur namun dia sendiri bisa diatur, karena dia tidak mahakuasa.


Mujizat Konsekuensi Logis Eksistensi Allah

Satu-satunya jalan menyangkali mujizat secara konsisten yaitu menyangkali adanya Allah yang mahakuasa. Lewis menulis “apakah kita harus mengakui mujizat jikalau mengaku Allah? Sesungguhnya anda tidak terelakan dari konsekuensi demikian. Itulah tawaran teologi bagimu. Akui Allah dan bersamanya resiko mengakui beberapa mujizat”.
Dalam paket pribadi supranatural yang diterima, tercakup kemungkinan logis adanya supranatural. R.G. Sproul mengingatkan bahwa “kecuali seorang membuktikan non eksisnya Allah, dia tidak akan bisa secara rasional berkata bahwa mujizat adalah kemustahilan”. Craing menyetujui bahwa “sesungguhnya adanya Allah saja sekaligus berarti mungkinnya mujizat. Jikalau Atheisme dibuktikan benar-benar barulah seorang bisa secara rasional menyangkali kemungkinan mujizat”. Yang mustahil bukannya mujizat itu sendiri, tetapi pembuktian tidak adanya Allah sumber mujizat.
Adanya Allah menjamin dimensi supranatural pada semesta natural. Boa dan Moody mengingatkan bahwa mujizat berkisar pada fakta eksisnya Allah :jikalau allah menciptakan semesta, berarti adanya dimensi supranatural pada realita, dan ini berarti bahwa mujizat adalah mungkin”. Jadi secara logis pengakuan mungkinnya mujizat tercakup dalam pengakuan adanya Allah.

Mujizat Yang Telah Terjadi Bisa Terjadi Lagi

Argumentasi ini berangkat dari yang lebih besar menuju yang kecil. Sebuah argumentasi a fortiori dari suatu yang sudah jadi secara aktual. Artinya sesuatu yang telah terjadi termasuk katergori sesuatu yang mungkin terjadi secara aktual.
Paling tidak satu mujizat sudah terjadi mujizat penciptaan semesta dari yang tidak ada. Argumentasi ini tidak berprinsip “jikalau bisa yang lebih besar, maka yang lebih kecil tidak mustahil”. Allah telah membuat mujizat terbesar dengan mencipta semesta dari nol. Jelas mujizat kecil dalam penciptaanNya tidak mustahil bagi Allah.
Jikalau terjadi mujizat aktual dan lebih besar maka mujizat yang aktual dan lebih kecil termasuk di dalam kemungkinan. Geisler mengingatkan “alam merupakn hasil mujizat besar pertama penciptaan. Sebuah mujizat mencakup intervensi ciptaan Allah yang sama tetapi lebih kecil” semesta merupakan mujizat besar. Mujizat-mujizat ini merupaka mujizat berskala kecil jika dibanding dengan penciptaan.

Mujizat Adalah Kemungkinan Aktul

Semua alasan di atas membawa pada kesimpulan bahwa secara logis dan fisik mujizat mungkin terjadi secara aktual. Mujizat tidak melawan hukum akal dan tidak juga melawan hukum alam. mujizat merupakan pengatasan hukum alam oleh pencipta hukum-hukum alam tersebut. Karena mujizat mungkin secara aktual, apakah mujizat telah terjadi secara aktual?
Boa dan Moody menegaskan “jikalau seprang mengakui eksistesi Allah, dia tidak bisa begitu saja menyangkali kemungkinan sudah terjadinya mujizat. Kini pertanyaannya bukan lagi bersifat filsafat tetapi bersifat sejarah”. Bisa kita simpulkan bahwa di dalam sebuah dunia yang theistik, jawaban tentang aktualitas mujizat bukan soal metafisik; tetapi soal empiris. Yaitu bahwa kemungkinan mujizat ditetapkan secara filosofis, tetapi aktualitas mujizat hanyalah bisa ditetapkan secara historis”.

Menyingkap Kabut Seputar Mujizat

Beberapa kabut filsafat keliru berikut ini perlu disingkap, agar mujizat tidak menjadi korban ditangan orang Kristen yang intelak jujur namun keliru.
Mujizat Adalah Mustahil
Alasan-alasan Benedict Spinoza berargumentasi demikian:
1. mujizat adalah suatu perkosaan trhadap hukum-hukum alam.
2. Sedangkan hukum alam tidak bisa diubah.
3. Lagi pula mustahil kalau hukum alam bisa diatasi.
4. Karena itu mujizat tidak bisa terjadi.

Sanggahan: Argumentasi Spinoza tidak megeani sasaran karena :
1. Hukum alam bukab tidak bisa berubah sebab hukum alam bersifat umum.
2. Lagi pula sesuatu yang tidak berubah mempunyai pengecualian.
3. Mujizat adalah suatu pengecualian yang bisa terjadi terhadap hukum alam.
4. Karena itu mujizat adalah sesuatu yang tidak mustahil.
Sponaza ingin agar orang Kristen mengakui hukum alam yang absolut dan mengecualikan kemungkinan mujizat.
Jerat yang dipasangnya ini yang membuat kita termakan dilema : semua dalah mujizat atau mujizat-mujizatan.
Tetapi kenyataannya, semesta absolut sesuai fisika mekanika newton saja sulit mempertahankan. Ditambah lagi oleh semesta relativitas Enstein prinsip acak-acakan heisenberg dan lainnya, maka hampir tidak ada pakar fisika dewasa ini yang menganut fisika deterministik dimana sains menduduki jabatan legislatif untuk menentukan apa yang mungkin dan yang tidak mungkin dalam semesta. Karena asumsinya keliru, maka kesimpulannyapun salah.

Mujizat Adalah Keanehan

Alasa-alasan David Hume berpendapat bahwa :
1. Hukum alam adalah kejadian yang terjadi secara teratur terus-menerus.
2. Sedangkan hukum mujizat bersifat jarang (sekali-selaki).
3. Bukti terhadap reguler repetitif lebih banyak dari kejadian yang jarang.
4. Seorang bijak selalu mendasarkan kepercayaannya pada bukti yang lebih banyak.
5. Karena itu, seorang bijak tidak percaya kepada mujizat.

David Hume berkata bahwa “agama Kristen bukan saja mencakup mujizat, tetapi hingga kinipun tidak mungkin dipecayai orang berakal … Barang siapa yang terdorong iman untuk mempercayai agama tersebut, melakukan itu dengan sadar bahwa terjadi mujizat yang terus berlangsung pada dirinya, serta memberinya determinasi guna mempercayai hal yang sangat bertentangan dengan kebiasaan dan pengalaman”.
Menurut Hume, memang masuk akal untuk mempercayai adanya Allah, tetapi tidak rasional mempercayai bahwa Allah bertindak di dalam dunia ini.
Sanggahan tetapi Hume salah karena :
1.Bukti kejadian reguler tidak selalu lebih banyak dari peristiwa yang jarang (mis. Teori Big Bang tentang asal usul kosmos, walaupun bukan kejadian reguler tetapi diterima secara luas karena banyak buktinya).
2.Walaupun mujizat adalah peristiwa langkah namum bukti melawan mujizat tidak terlalu kuat.
3.Sebaliknya bisa saja bukti mujizat lebih besar dari pada kejadian reguler.
4.Karena itu, mujizat lebih janggal dari kejadian-kejadian reguler karena memiliki banyak bukti.
Ternyata argumentasi Hume bersifat sirkular karena tanpa menguji data telah mengasumsi dan menyimpulkan benarnya hipotesa sendiri. sebenarnya data primer kebangkitkan dalam PB sudah dimustahilkan sebelum diuji. Bagaiman mungkin membuktikan tidak terjadi mujizat kebangkitan tanpa menguji data PB? Manusia modern tidak akan menggubris analisa dan kesimpulan tentang musik dari orang yang sama sekali tidak mengamati musik.
Bagi teolog Kristen versi Hume, penulis ingin mengingatkan bahwa klaim-klaim Kristus dalam PB dilandasakan keillahianNya. KeillahianNya didasarkan mujizat kebangkitanNya dari antara orang mati . Tidak sirkular tidak mutar-mutar. Kalau bisa membuktikan Kristus tidak bangkit secara historis, maka keillhaianNya tidak berfonedasi, dan klaim-klaimNya hanya ilusi. Akhirnya orang kristen paling malang nasibnya (I Kor. 15:21). Tetapi tidak ada yang bisa membuktikan Dia tidak bangkit secara historis. Para humanismes sudah mati dan tidak bangkit. Demikian pula dengan bultmannian serta kierkegaardian sekalian teologi mereka yang anti mujizat historis; tetapi yesus bangkit secara rill dan karena Dia sudah bangkit juga dalam hati jutaan orang. Yesus memberi mereka pengharpan.
Mujizat memang “aneh” dalam artian langkah aneh tetapi nyata. Karena nyata maka mujizat tidak bisa disangkal. Menganehkan mujizat boleh-boleh saja. Tetapi membuktikan tidak terjadinya mujjizat lah yang menuntut mujizat tersendiri.

Mujizat Tidak Bisa Diramal

Alasan-alasan : ada pula yang menyangkali karena;
1. Mujizat tidak bisa diramal secara ilmiah.
2. Bahwa yang bisa diramal sajalah berhak sebagai penjelasan sebuah peristiwa.
3. Sedangkan sebuah mujizat tidak dapat diduga.
4. Karena itu mujizat tidak berhak dijadikan penjelasan bagi sebuah peristiw.
Sanggahan : Tetapi pandangan ini tidak benar karena:
1.Ramalan hanya berlaku terhadap peristiwa reguler dan repetitif.
2.Sedangkan banyak peristiwa bersifat tunggal, tak berulang (mis. Big Bang).
3.Banyak peristiwa natural tidak mempunyai penjelasan natural.
4.Karena itu, mujizat tidak harus teramal sebelumnya.
Spinoza Dan Hume Kontra Mujizat Dari Segi Logika Dan Identitas
Bagian ini sedikit melanjutkan alasan Spinoza dan Hume berikut sanggahan-sanggahan terhadap argumentasi mereka. Karena apda dasarnya semua argumentasi melawan mujizat merupakan variasi pandangan Spinoza dan Hume.
Spenoza melawan mujizat dengan alasan logis, sedangkan Hume dengan alasan identitas. Yang satu berkata mujizat tidak logis yang lain berkata mujizat tidak bisa identifikasi. Mari kita simak ringkasan pemikiran mereka dosertai evaluasi singkat.

Memasalahkan Logisnya Mujizat

Spinoza menganggap mujizat mustahil secara logika. pemikiran demikian:
1.Apapun yang dikehendaki Allah itulah yang diketahui Allah.
2.Dengan kata lain bagi Allah mengetahui sama dengan menghendaki sesuatu.
3.Demikian pula, Allah mengetahui sesuatu Allah menghendakinya.
4.Artinya, hukum-hukum alam mengalir dari hakekat Allah.
5.Dan hukum alam sesuai dengan hakekat Allah.
6.Berarti, jikalau kita berkata bahwa Allah melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum alam, ini sama
saja mengatakan bahwa Allah melakukan sesuatu bertentangan dengan hakekatNya.
7.Tetapi ini mustahil.
8.Sedangkan mujizat bertentangan dengan hukum alam.
9.Kesimpulannya, mujizat adalah mustahil.
10.Karena itu, yang disebut mujizat hanyalah sekedar sebuah peristiwa yang melebihi kapasitas pengetahuan manusia tentang hukum alam.
Kita menolak pendapat spinoza karena :
Sebaliknya kita berkata bahwa mujizat adalah kemungkinan logis karena:
1. Jika Allah mencipta semesta, Allah juga mencipta hukum dalam semesta.
Hukum alam bersifat deskriptif bukan prespektif.
2. Jika Allah mencipta hukum-hukum alam, Allah tentu lebih besar dari
hukum-hukum alam tersebut. Hukum alam bukannya tidak bisa berubah. Lagi pula yang bisa, bisa diatasi, maka mujizat adalah mungkin saja.
3. Dan itulah mujizat pengatasan sebuah huum alam. hukum alam tidak
didasarkan fisika Newton. Karena semesta bersifat terbuka, bukan sistem tertutup.
4. Kesimpulannya: Allah dapat melakukan mujizat.
5. Argumentasi Spinoza membuat kesalahan begs the guestion sudah kesimpulan sebelum memberikan pembuktian. Memang yang tidak berubah tidak bisa brubah. Tetapi koh tahu? Dari man dan apa buktinya? Bukankah hukum acak-acakan Heisenberg tidak menjamin ketidak perubahan dan tempatnya observasi sains?
Justru posisi menolak mujizat secara apriori sendirilah yang tidak logis.
Praduga anti supranatural ini mesti dibuang guna mekarnya diskusi mencari kebenaran. Karena tidak akan ada cukup bukti bagi yang menutup mata terhadap dupranatural. Bagi seorang antisupranatural “seeing is not believing” atau melihat tidak sinonim dengan mempercayai. C.s lewis degan jitu menunjukkan bahwa “Apapun pengalaman yang kita alami, tidak akan dianggap mujizat jikalau kita menganut sifat yang mengucilkan supranatural.
Spinoza memustahilkan mujizat dengan alasan teologis keliru bahawa “tidak ada apapun yang terjadi secara bertentangan dengan tata alam yang kekal dan tak berubah” Dia setarakan hukum alam dengan Allah. Sehingga hukum alam juga tidak berubah.
Jikalau mujizat hanya mengerti spinoza sebagai hal yang belum bisa dijelaskan, mengapakah tidak lebih banyak lagi kejadian demikian? Jikalau mujizat sekedar hukumalam yang belum dipahami, mengapa mereka terjadi ketika Kristus memrintahkan untuk terjadi? Degan kata lain, mengapa peristiwa-peristiwa alam tak dikenal itu terjadi pada (a). saat-saat menumental. (b) . berulangkali, (c). pada waktu yang berbeda-beda, (d). dengan regularitas yang tidak seragam? Sangat minim kemungkinan mengapa semua itu hanya akibat penyebab natural yang belum diketahui. Mengapa yang tidak bisa dijelaskan tersebut enggan disebut penyebab supranatural?
Hukum alam tidak eksis dengan sendirinya, hanya Allah saja eksis dengan sendirinya. Allah bebas menentuka hukm alam maupun yang dikehendakiNya. Meskipun hukum alam adalah bagian dari dekrit kehendak Allah, mengapakah mujizat dikecualikan? Mujizatpun merupakan bagian dari dekrit Allah tanpa harus berubah hakekatNya.
Hume isme bergantung mutlak pada definisi mujizat keliru (mujizat memperkosa hukum alam), sedangkan alasan itu sendiri tidak sah. Mujizat tidak kontras dan tidak membatalkan hukum alam, tetapi di atas hukum alam dalam artian mengatasi atau menambahi pada hukum alam yang ada. Mujizat bersifat supranatural bukan kontras natural. Memang mujizat adalah kejadian luar biasa dan tidak sering terjadi. Tetapi ini tidak berarti mujizat adalah mustahil dan tidak pernah terjadi atau tidak akan terjadi! Bisa saja mujizat sesuai dengan hukum alam dari perspektif Allah, walau tidak dari perspektif manusia.
Ternyata sama sekali tidak ditemukan kesalahan logis dengan mengakui adanya dan kemungkinan adanya mujizat.

Memasalahkan Identitas Mujizat
Karena mujizat tidak bisa dilawan secara logika, maka para skeptis seperti David hume dan anthony flew melawan mujizat dari segi aktuak yaitu “kemustahilan” mendefinisikan mujizat. Flew berkata “singkatnya meskipun mujizat tidaklah mustahil secara logis, tetapi dia mustahil secara aktual”.
Meskipun megakui kemungkinan logisnya mujizat David Hume adalah tokoh utama melawan aktualitas mujizat tidak identifikasi. Jilalau spinoza menyerang kemungkinan terjadinya sebuah mujizat, Hume menyerang kemungkinan mengidentifikasi sebuah mujizat.
Alasan-alasan Hume bisa disimpulkan sebagai berikut:
1. Sebuah mujizat tidak identifikasi karena setidaknya ada sedemikian banyak bukti melawan mujizat yang bisa kemukakan (mis. Pengalaman keseragaman yang reguler)
2. Karena itu seorang bijak tidak mempercayai mujizat dengan tingkat kepastian memadai.
3. Meskipun bukti mujizat mencapai pembuktian penuh orang bijak tidak juga mempercayai mujizat.
4. Lepas dari itu, bukti mujizat tidak akan sampai mendekati pembuktian penuh. Pengalaman naturl selalu melebih pengalaman yang ajaib.

Hume menambahkan bahwa “jikalau pengalaman seragam bartumpuk menjadi bukti prnuh, berartiada bukti penuh dan langsung, dari hakekat fakta, melawan eksistensi setiap mujizat” Karena itu, Hume menyimpulkan bahwa bukti bagi yang natural lebih banyak dari bukti yang ajaib. Ini semacam teori kebenaran berdasarkan statistik.
Dengan kata lain;
1. Hukum alam berdasarkan pengalaman seragam.
2. Penngalaman seragam tidak terbuka.
3. Karena itu hukum alam tidak terubahkan.
4. Mujizat memperkosa hukum alam.
5. Tetapi mujizat merubah yang tak bisa terubahkan.
6. karena itu mujizat adalah mustahil.

Berikut menyampaikan beberapa sanggahan :

1. Alasan Hume tidak memenuhi syarat begs the question.
Berkata bahwa semua pengalaman bersifat seragam atau tidak terubah sama saja langsung menjawab pertanyaan yang ada sebelum penyelidikikan. Ini merupakan cara berfikir sirkular. Mengapa hnya Hume yang mengetahui bahwa semua pengalaman bersifat uniform?
C.S. Lewis menunjukkan bahwa “memang kita harus setuju dengan Hume bahwa jikalau ada pengalaman seragam yang absolut melawaan mujizat, degan kata lain jikalau mujizat tidak pernah terjadi, tetapi mengapa tidak pernah terjadi. Sayangnya kita mengetahui pengalaman seragam andaikata kita bisa memastikan bahwa semua laporan mengeani mujizat adalah palsu. Dan kita baru bisa mengetahui bahwa semua laporan itu palsu andaikata kita sudah tahu bahwa mujizat tidak pernah terjadi. Itulah argumentasi sirkulat (berputar).

2. Argumentasi Hume membuat kesalahan kategoris
Hume benar mengatakan bahwa masa lalu harus didasarkan pada reguleritas sekaran. Tepai dia keliru mengasumsi bahwa sebuah peristiwa tidak bisa merupakan semua yang singular. Geisler dan Anderson menunjukkan bahwa “Hume melihat dengan benar bahwa pengetahuan masa lalu harus didasarkan pada sebuah regularitas (constant conjunction). Tetapi dia mengasumsi keliru bahwa obyek pengetahuan kita tidak bisa sebuah singularitas”.
Sebaliknya, prinsip ini bisa digunakan menunjukkan bahwa sebuah agen supranatural harus berdiri dibalik sebuah peristiwa supranatural. Karena sebuah efek yang intelegen menuntut penyebab intelegen dibaliknya. Artinya kontra dengan opini orang banyak, argumentasi hume tidak menghancurkan tetapi malah membela pikiran adanya intervensi supranatural di dunia ini.

3. Hume menyimpulkan secara berlebihan prinsip penentuan sesuatu sebagai
fakta.
Sebanarnya kebenaran tidak ditentukan statistik. Ini bukan urusan politik tetapi sejarah. Sebuah peristiwa adalah fakta berdasarkan kejadiannya dan bukan tergantung tingkat kemungkinannya. Misalnya memang sulit menggulirkan lima dadu sekaligus dan semuaanya terbuka angka yang sama. Tetapi kesulitan sendiri tidak bisa meniadiakan fakta andaikata sesuatu sesungguh terjadi.
Jikalau pikiran Hume diaplikasikan secara konsekuen berarti tidak ada kejadian unik dari masa lalu bisa dipercaya. Dan untuk masa kinipun dimustahilkan. Pemikiran Hume bisa diringkas demikian: (a). ketidak mungkinan sama dengan keanehan. (b). setiap peristiwa tunggual adalah tidak mungkin, (b). karena itu setiap peristiwa itu, setiap peristiwa tunggual bersifat aneh. Tidak ada mujizat. Boleh saja logis, tetapi tidak teridentifikasi, semuanya berseragam natural.
C.s. Lewis, mengingatkan bahwa, memang dalam artian demikian mujizat adalah mustahil. Tepai ketidakmunginan demikian tidak dengan sendirinya mereduksi laporan sebuah mujiszat ysng terjadi bersifat aneh tak terpercaya; karena dalam artian semua kejadian pernah sekali bersifat tidak mungkin. Argumentasi Hume mengambil kesimpulan terbanyak dari data yang minim.

4. Secara keliru Hume mengasumsi bahwa mujizat mengkotradiksi hukum alam. Sebetulnya mujizat merupakan aktivitas supranatural, bukan kontrta natural.

5. Hume keliru berasumsi bahwa bukti kejadian reguler selalu lebih besar dari bukti kejadian langka. Para astronomer mempercayai permulaan semesta olah ledakan Big Bang yang tidak terulang, tidak ada repetisi. Tetapi buktinya terlalu banyak untuk disangkalai. Persis mujizat kebangkitan Yesus. Kejadian unik tanpa paralel.
Karena itu dapat kita katakan bahwa sikap menganehkan mujizat sehingga tidak dapat identifikasi gagal meniadakan mujizat. Justru sikap demikian itulah yang aneh.

Beberapa Observasi Tentang Mujizat

Dunia pantheisme tertutup terhadap mujizat.

Dalam bingkai patheisme semua adalah
Allah dan Allah adalah semua. Tidaka ada yang eksis lepas dari Allah. Jikalau Allah di dalam semua berarti tidak ada mujizat yang rill. Dia sudah identik dengan alam dan tidak ada intervensi dari luar. Satu-satunya intervensi reguler dari luar menurut pantheisme adalah hukum karma. Tetapi tidak ada yang menganggap karma itu mujizat.
Andaikata seorang pantheis (mis. Hindu atau kebatinan) masih berbicara soal mujizat, itu sekedar basa basi yang mengkontradiksi asumsi dasar dari teologi pantheisme. Hanya dalam dunia tehisme sajalah terjadi mujizat secara sah.
Dunia Naturalisme Membuat Kosesi Terhadap Mujizat
Pertama, apapun yang sudah terjadi secara aktual, walau tidak berulang kali mujizat sesungguhnya bisa terjadi lagi.
Kedua, sebauh mujizat sudah terjadi secara aktual (mis. Asal usul semesta, asal usul kehidupan, dan kebangkitan). Para sintis skeptik sekalipun mengakui banyaknya data ilmiah yang bahwa semesta mempunyai permulaan. Astrofikawan Robert Jastrow pendiri badan penelitian ruang angkasa Goddard Institute menulis: “sains telah membuktikan bahwa semesta ini terjasi akibat ledakan pada sebuah momen tertentu” Yang berarti pencarian para saentis akan sejarah masa lalu berakhir pada momen pencipta”
Ketia, sains belum bisa menjelaskan asal usul semesta dan kehidupan tetapia rah penjelasan yang ada menuju penjelasan seragam dengan penjelasan biblika. Jestrow mengingatkan bahwa :kita melihat bagaimana bukti-bukti astronomi mengarah kepada pandangan Alkitab mengenai asal usuk dunia. Berbeda dalam detil, tetapi unsur-unsur inti laporan biblika adalah sama : rangkaian peristiwa hingga munculnya manusia dimulai dengan tiba-tiba secara tajam pada momen waktu tertentu, oleh sebuah kilatan sinar dan energi.
Kesimpulannya, sebenarnya sainsa naturalpun mengakui bahwa sebuah mujizat bisa terjadi secara aktual. Entah akan terjadi lagi bukan masalah. Tetapi sains tidak berkualifikasi memproduksi dan melarang kejadian unik (mujizat).

Dunia Theis Terbuka Terhadap Mujizat Adalah tidak logis berangkat dari praduga bahwa sebuah mujizat adalah kemustahilan berdasarkan asumsi naturalistik. Mujizat barulah tidalk logis jika dimengrti sebagai sesuatu mengkontradiksi hukum alam. atau jika hukum-hukum alam bersifat tak bisa berubah (immutable) dan tidak bisa diatasi oleh pengecualian apapun.Tetapi kedua pikiran tersebut keliru besar. Eksistensi Allah berarti keterbukaan terhadap mujizat. Allah bisa membuat apau yang logis. Mujizat adalah sesuatu yang secara logis bisa
Allah kejakan. Karena itu secara logika tidaklah sah memustahilkan mujizat. Dalam bingaki hipotesa pikir yang terbuka terhadap supranaturalisme, mujizat sah secara logis. Entah sudah terjadi, akan terjadi, ataupun tidak akan terjadi nanti. Tetapi tidak mustahil secara logika.


Kesimpulan
Mujizat tidak irasional tetapi transrasional
Yang terpenting mengenai mujizat yaitu definisi mujizat itu sendiri. mujizat adalah sesuatu yang supranatural, tidak kontranatural. Bukan pembatalan sebuah hukum alam (mis. Kematian) tetapi sebuah intervensi terhadap suatu hukum alam (mis. Kebangkitan).
Mujizat adalah sebuah terobosan terhadap suatu haukum alam yang tidak melawan tetapi mengatasi, menuda atau memodifikasinya. Sebuah mujizat tidak beruah suatu hukum alam tetapi menambah terhadap proses alami dan menghasilkan produk baru. Yang natural mati tetap mati. Dengan adanya supranatural mati ya tetap mati. Tidak membatalkan hal natural tersebut. Sedangkan kebangkitan menambah pada yang tadinya hanya mati saja, sehingga kini ada kebangkitan.
Sebuah kualifikasi penting perlu disisipkan bahwa hipotesa supranatural dalam bingkai penjelasan mujizat khusus dan kehidupan pada umumnya bukan irosional tetapi rasional. Doa sembahyang bukan sekedar kebiasaan rasional. Ibadat-ibadat biasa yang dilakukan kaum ilmuwanpun sudah mengakui realita alam supranatural.
Karena kita menekankan bahwa mujizat tidak irasional tetapi transrasional. Bukan antinatural tetapi transnatural. Seorang yang mengakui adanya trasnsrasional transnatural bukannya lebih picik tetapi lebih terbuka dan lebih luas cakrawala kerangka pikirannya dari semua skeptis anti supranatural.
Kebanyakan penyangkalan mujizat lebih bersifat reaksi dari pada pembuktian, lebih merupaka argumentasi emosional dari pada rasional.
Dibingkai pemikiran tersebut kita akan menyimak bersama kebangkitan Yesus yang dilaporkan Injil-Injil. Karena seorang injil belum mengimani Allah yang melakukan mujizat tanpa menjadi irosional dan tidak menjadi anti intelektual.

Mujizat Bukan Magik Tetapi Ilahi

Magik dikontrol dan diperintah manusia; mujizat dikontrol Allah dan tidak bisa diperintah untu k terjadi. Magik berasal dari kekuatan mistik dan alam; mujizat dari kekuatan Allah. Magik diasosiasikan dengan yang jahat; mujizat dengan yang baik. Magik diasosiasikan dengan kesalahan; mujizat dengan kebenaran. Magik tidak dapat mengalahkan yang baik mujizat mengalahkan yang jahat. Magik magik menyangkali penjelmaan Allah; mujizat Kristen mengakui penjelmaan kristus. Dalam magik nubuatan sering salah; dalam Alkitab nubuatan selalu benar. Magik sering diasosiasikan dengan olkutisme; mujizat Alkitab tidak pernah dianggap sihir.
Magik dan supernormal selalu kalah dalam konteks; yang supranatural selalu menang. Magik supernormal tidak dapat menciptakan kehidupan; yang supranatural menciptakan kehidupan; yang supranatural menciptakan kehidupan; Magik supernormal tidak dapat menghidupkan orang mati; kristus bangkitkan lazarus dan dia sendiri bangkit dari antara orang mati.


MORALITAS : APAKAH KEMEROSOTAN MORAL HARGA IMBAS KEMAJUAN ?
Cobaan merasionalisasi imoralitas
Entropi dan kemerosotan moral
Entropi adalah sebuah prinsip matematika berkenaan dengan kemerosotan (disorder) pada sistem tatanan alam. Pakar fisika Lindsay menjelaskan : “Makna Termodinamika Kedua , yaitu hukum peningkatan kemerosotan . Pada setiap proses alami,tendensi yang adaa menunjukan pola gerak dari keteraturan menuju keacakan. Kecenderungan menuju keacakan akibat entropi tidak terhindari.Toh pada akhirnya hukum kedua tersebut akan menang.” Dalam ilmu fisika ini merupakan asumsi dasar.
Prinsip serupa terlihat juga pada dunia moral kecenderungan entropi moral dari
Keteraturan menuju kemerosotan . Paul Johnson membuat observasi bahwa trio Marx, Freud, dan Einstein merupakan simbol pada tahun 1920an bahwa “dunia bukan seperti yang terlihat .....Kesan yang ditarik umum dari Einstein yaitu , segala bentuk takaran nilai bersifat realita, sesuai visi yang kompleks sekaligus menggairahkan yaitu visi anarki moral.”
Sebenarnya anarki moral bukan dilahirkan ilmu fisika di abad XX , karena dia sudah ada sejak Adam dan Hawa di taman Eden. Dia hanya menumpang mekar secara oportunis pada perahu teori yang mendapat angin buritan dan menjadi populer.

SEPUTAR KEBERHASILAN DALAM PERJUANGAN HIDUP

Dua Dosen STAKPN Sentani Telah menyelesaikan program Magister Pendidikan di PPs UNY

Tahun 2004 dua dosen STAKPN Sentani diberi tugas belajar program magister di Universitas Negeri Yogyakarta. masing-masing mengambil program studi Teknologi Pembelajaran (TP) dan Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (PEP). Kedua dosen ini adalah tingkat pendidikan S1-nya sama-sama Sarjana Theologi. Kemudian melanjutkan studi pada program studi yang bukan Theologi atau lanjut studi pada pendidikan umum.Hal itu terjadi karena tuntutan STAKPN Sentani guna peningkatan mutu dosen. Otomatis studi mereka berdua di PPs UNY merupakan sebuah jalan baru yang harus diperjuangkan, karena mereka belajar lintas ilmu (non Teologi). Tantangan demi tantangan mereka hadapi, tetapi mereka tidak patah semangat. Sebab, pemilihan program studi di pascasarjana UNY merupakan bagian dari pengembangan diri dosen dan berangkat dari sebuah impian ke depan.Studi lintas ilmu yang mereka pilih merupakan tantangan yang besar. Sekalipun demikian, mereka berdua telah berjuang dengan baik, sekalipun kelihatan agak lambat dalam menyelesaikan studi. Perjuangan demi perjuangan yang mereka tempuh akhirnya telah membuahkan hasil. Akhirnya, kami panjatkan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai Guru Agung yang selalu mendidik atau mengajar kepada anak-anak yang dikasihi-Nya. Karena pada tanggal 27 Agustus 2008, kedua dosen STAKPN Sentani tersebut yaitu Daniel Wenda, S.Th, M.Pd dan Pilipus M. Kopeuw, S.Th, M.Pd telah diwisuda di Audotorium Universitas Negeri Yogyakarta. Peristiwa wisuda ini adalah moment yang sangat membahagiakan seluruh keluarga besar wisudawan/wisudawati sebanyak 1123 yang mengikuti upacara wisuda di Universitas Negeri Yogyakarta, diantara 1123 adalah kedua dosen STAKPN Sentani. Kedua Dosen STAKPN Sentani tersebut adalah Putra Asli Papua. Wisudawan Daniel Wenda, S.Th., M.Pd. berasal dari pendalaman Jayawijaya Wamena dan Pilipus M. Kopeuw, S.Th., M.Pd. berasal dari Sentani. Kedua Putra Papua ini menempuh selama 47 bulan. Pilipus M. Kopeuw di yudisium tang 31 Mei 2008 dan Daniel Wenda di yudisium tanggal 31 Juli 2008 dan tidak lebih dari batas lulus normal. Sekalipun mereka studi agak lama, namun mereka berdua tidak diragukan lagi dalam bidangnya untuk menjalankan tugas sebagai pengajar di Sekolah Tinggi Agama Kristen Protestan Negeri (STAKPN) Burere Sentani Papua. Tidak diragukan dalam arti dibidang spesialis mereka, karena menempuh studi 47 bulan itu telah membekali mereka dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) di bidang Teknologi Pembelajaran dan Penelitian, tentu SDM-nya sangat bobot dan sangat siap untuk menjalankan tugas dan tanggungjawab sebagai pengajar. Spesial yang ditempuh Daniel Wenda, S.Th, M.Pd adalah bidang Teknologi Pembelajaran (TP) dan Pilipus M. Kopeuw, S.Th, M. Pd adalah bidang Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (PEP) di Universitas Negeri Yogyakarta. Selanjutnya Bapak Daniel Wenda pulang ke Papua untuk melaksanakan tugas profesi sebagai pengajar di Sekolah Tinggi Agama Kristen Protestan Negeri (STAKPN) Burere Sentani sedangkan Pilipus M. Kopeuw akan melanjutkan studi program doctor pada program studi yang sama yaitu Prodi PEP di Universitas Negeri Yogyakarta. Dalam kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada Bapak Drs. Marcus Labobar, S. Th selaku sebagai Ketua Sekolah Tinggi Agama Kristen Protestan Negeri Burere Sentani, Bapak Drs. Enos Seno selaku sebagai Kapala bagian Keuangan dan kepegawaian, Bapak Maikel Dandirwalu, S. Th, selaku Kasubbag Kepegawaian dan seluruh staf yang telah membantu kami dalam hal administrasi dan sebagainya selama kami menjalankan perkuliahan di program pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta. Selain kami, masih ada banyak teman-teman dosen STAKPN Sentani yang tersebar sedang melanjutkan studi berbagai kota studi pada program pascasarjana dan program doktor di seluruh Indonesia. Harapan kami ke depan kepada Bapak Ketua serta seluruh staf baik tenaga edukatif maupun tenaga administratif dapat bekerja sama tanpa deskriminasi etnik dan ras untuk membangun Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri Sentani dengan kebersamaan dan loyalitas.


Artikel dan Tulisan Ilmiah

ABSTRAK TESIS S2 Teknologi Pembelajaran di Program Pascasarjana, Universitas Negeri Yogyakarta, Karya :

DANIEL WENDA berjudul "Pengembangan Multimedia Pembelajaran Berbasis Komputer Pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen bagi SMA"

Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan multimedia pembelajaran berbasis komputer pada mata pelajaran Pendidikan Agama Kristen yang baik bagi siswa SMA, ditinjau dari aspek pembelajaran, isi, tampilan, dan pemrograman.

Pengembangan multimedia berbasis komputer dilakukan dengan lima tahapan, yaitu analisis, desain, produksi, uji coba, dan distribusi. Tahap analisis meliputi analisis tujuan pembuatan dan bentuk pembuatan produk. Tahap desain pembuatan prototipe, storyboard, dan bahan-bahan yang diperlukan. Tahap produksi penyediaan semua bahan-bahan yang diperlukan, sinkronisasi, dan menguji coba jalannya program. Tahap uji coba terdiri atas uji kelayakan terbatas oleh ahli materi dan ahli media, uji di lapangan yaitu; uji coba satu-satu,uji coba kelompok kecil, dan uji coba kelompok besar, dan verifikasi. Tahap distribusi yaitu menyebarluaskan produk yang sudah direvisi ke pengguna. Data dikumpulkan menggunakan lembar observasi, kuesioner dan tes, dan dianalisis dengan statistik deskriptif dengan teknik persentase dan kategorisasi. Hasil uji coba digunakan untuk memperbaiki multimedia berbasis komputer hasil pengembangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pengembangan multimedia berbasis komputer sudah menggunakan kaidah-kaidah pengembangan produk dari Macromedia. Multimedia berbasis komputer hasil pengembangan dinilai “Sangat Baik” dari aspek: pembelajaran (skor rata-rata 3,55), isi (skor rata-rata 3,45), tampilan (skor rata-rata 3,28), dan pemrograman (skor rata-rata 3,29). Secara keseluruhan multimedia berbasis komputer hasil pengembangan dinilai “Sangat Baik” untuk pembelajaran mata pelajaran Pendidikan Agama Kristen bagi siswa SMA, dengan skor rata-rata 3,40.

=============================================